Djuanda Marathon
Oleh: Joko Intarto
Bank Indonesia hari ini menerbitkan mata uang kertas emisi baru tahun 2022. Ada tujuh seri uang kertas yang beredar. Tidak ada nominal baru. Tetapi beberapa di antaranya menampilkan gambar baru pahlawan nasional. Salah satunya: Ir Djuanda yang menghiasi lembaran uang bernominal Rp 50.000. Siapa Ir Djuanda?
Nama lengkapnya Djuanda Kartawidjaya. Ia merupakan ‘’Urang Sunda’’ kelahiran Tasikmalaya yang terpelajar sekaligus seorang tokoh Muhammadiyah terkemuka pada zamannya.
Gelar insinyur disandangnya setelah menempuh pendidikan di Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB) di Bandung, jurusan Teknik Sipil. Ia lulus tahun 1933.
Mengawali kiprahnya di Persyarikatan Muhammadiyah sebagai guru besar di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO, sekolah setingkat SMP) Muhammadiyah di Jakarta dari 1933 hingga 1937. Sekolah Muhammadiyah tersebut menerima murid yang tidak diterima di negeri karena kemampuan bahasa Belanda yang kurang lancar.
Setelah itu, Djuanda berkarir di pemerintahan. Dari 1946 hingga 1963, ia pernah satu kali menjabat sebagai Menteri Muda, 14 kali menjadi menteri, dan satu kali sebagai Perdana Menteri. Karena itu, wartawan menjuluki Ir Djuanda sebagai Menteri Marathon.
Pada tahun 1957, Djuanda mengukir jasanya yang paling fenomenal yaitu Deklarasi Djuanda, yang isinya ialah bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri, bahwa sejak dahulu kala kepulauan Nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan, dan bahwa ketentuan Ordonansi 1939 tentang Ordonansi dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia.
Deklarasi tersebut bertujuan untuk mewujudkan bentuk wilayah kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat, untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan asas negara kepulauan, dan untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI.
Menurut situs schmu.id, “Deklarasi Djuanda ini memperluas batas teritorial perairan Indonesia dari 3 Mil Laut menjadi 12 Mil Laut yang ditarik dari titik pulau-pulau terluar Indonesia saat surut. Luas wilayah Republik Indonesia akhirnya bertambah luas 2,5 kali lipat dari 2.027.087 Km2 menjadi 5.193,250 Km2.
Deklarasi ini diterima dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB ke III TAHUN 1982. Dipertegas kembali dengan UU nomor 17 tahun 1985 bahwa Indonesia adalah Negara Kepulauan. Pada tahun 1999, tanggal 13 Desember ditetapkan sebagai Hari Nusantara.”
Tahun 1963, Ir. Djuanda mengalami serangan jantung dan sempat dirawat di rumah sakit, namun nyawanya tidak tertolong hingga akhirnya wafat pada 7 November 1963 di usia 52 tahun. Jasadnya pun dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.
Sebagai salah satu bentuk penghargaan, nama Ir Djuanda diabadikan sebagai nama lapangan terbang terbesar kedua di Indonesia yang saat ini berlokasi di wilayah Sidoarjo, Jawa Timur. Selain itu, Ir Djuanda juga diabadikan sebagai nama Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda di Bandung, menjadi salah satu nama jalan di daerah Jakarta Pusat dan nama sebuah stasiun di Jakarta Pusat, yaitu Stasiun Juanda.
Berikut seri mata uang baru itu selengkapnya:
a/ Gambar pahlawan nasional Dr (HC) Ir Soekarno dan Drs Mohammad Hatta sebagai gambar utama pada bagian depan rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp 100.000
b/ Gambar pahlawan nasional Ir H Djuanda sebagai gambar utama pada bagian depan rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp 50.000
c/ Gambar pahlawan nasional Dr GSSJ Ratulangi sebagai gambar utama pada bagian depan rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp 20.000
d/ Gambar pahlawan nasional Frans Kaisiepo sebagai gambar utama pada bagian depan rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp 10.000
e/ Gambar pahlawan nasional Dr KH Idham Chalid sebagai gambar utama pada bagian depan rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp 5.000
f/ Gambar pahlawan nasional Mohammad Hoesni Thamrin sebagai gambar utama pada bagian depan rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp 2.000.
g/ Gambar pahlawan nasional Tjut Meutia sebagai gambar utama pada bagian depan rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp 1.000.
Sebenarnya saya ingin menulis juga tentang KH Idham Cholid. Tapi artikel tentang Ir Djuanda sudah terlalu panjang. Kapan-kapan saya sempatkan. Saya kebetulan berkawan akrab dengan salah satu putranya, mantan pemimpin redaksi Kantor Berita Nasional Antara. Tempat istri saya bekerja sebagai wartawati di sana.
(jto)