Kejahatan dan Tuhan
Ateis:
Jika Tuhan sanggup menghilangkan kejahatan kenapa kejahatan terus ada hingga saat ini? Apakah Tuhan tidak mau menghilangkan kejahatan? Jika demikian, bukankah Tuhan itu psikopat yang menikmati adanya kejahatan?
Muslim:
Lah, kan nanti di Surga kejahatan sudah dimusnahkan total.
Allah memusnahkan kejahatan di dunia dengan cara Dia, bukan secara mau anda.
Ateis:
Kenapa tidak di dunia ini, kenapa nunggu lama, Tuhanmu terus saja membiarkan kejahatan loh.
Muslim:
Jika anak anda terus menyakiti temannya apa yang akan anda lakukan?
Ateis:
Tentu saja saya akan menasehatinya, saya akan memintanya minta maaf pada temannya. Lalu berusaha sekeras mungkin menciptakan rekonsiliasi, termasuk memberi korban ganti rugi.
Muslim:
Kalau anak anda menolak, bahkan membantah dan melawan anda. Dengan mengatakan anda membela orang lain. Mengancam akan berbuat yang lebih kejam. Ia juga mengutuk anda karena merasa tidak pernah minta dilahirkan. Bagaimana sikap anda?
Ateis:
Saya akan tetap berusaha yang terbaik untuk membujuknya. Dan berharap semesta membuatnya memahami maksud saya.
Muslim:
Mengapa tidak langsung memasung anak anda atau potong tangan dan kakinya agar dia tidak berbuat jahat lagi?
Ateis:
Karena saya masih memiliki harapan dia akan berubah dengan cara yang logis. Hukuman orang tua pun harusnya bersifat mendidik.
Muslim:
Nah itu paham. Tuhan tidak langsung memusnahkan kejahatan di dunia ini karena memberi kesempatan para penjahat bertaubat sampai akhir hidupnya. Jika penjahat bertaubat dan masih hidup, dia bisa berusaha minta maaf kepada korbannya, sementara jika dia baru bertaubat saat akan mati maka kesempatan rekonsiliasinya di akhirat.
Yang ngeyel dan kukuh akan kejahatannya sampai mati baru langsung dijebloskan ke neraka.
Allah itu karena kasih sayangnya sangat besar, maka di dunia ini dilakukan pendekatan persuasif. Diturunkan petunjuk melalui para Nabi. Diturunkan aturan Syariat agar manusia bisa berjuang menumpas kejahatan dengan cara yang benar dan baik.
Kalau anda meminta Tuhan memusnahkan kejahatan dalam sekali cling, kun faya kun. Jadilah maka jadilah. Bisa saja jika Dia mau. Tapi konsekuensinya ya seluruh manusia ini musnah, semua orang mati.
Sebab, jika sejarah dunia dibuat ulang tanpa kejahatan, maka mungkin miliaran orang tidak akan pernah dilahirkan. Contoh dalam film mengulang waktu, mengubah sebuah kejadian kecil di masa lalu bisa berdampak berubahnya seluruh masa depan.
Ateis:
(Glekk) Tapi kan bisa menghapus kejahatan tanpa memusnahkan penjahat!
Muslim:
Jika mau anda seperti itu, sekali lagi ada konsekuensinya. Berarti semua orang yang telah mati harus dihidupkan lagi sebagai orang baik. Kalau penjahat dihidupkan, tentu saja para korban juga harus dihidupkan dong. Penjahat bisa minta maaf, korban bisa menjalani hidup lagi tanpa merasakan pernah dijahati.
Tapi kan yang seperti ini tidak akan ada. Sumber daya bumi juga tak akan cukup.
Sudahlah jangan menghakimi Tuhan dengan pikiran bodoh filsuf kuno Yunani, Tuhan lebih tahu mana yang terbaik, makanya dipakai pendekatan persuasif kepada manusia. Dan agar adil, juga akan ada pengadilan di akhirat.
Anda bertanya terus dari tadi, sekarang saya balik nanya. Menurut anda, apa itu hakikat fundamental sebuah kejahatan secara material dan objektif?
Ateis:
Kejahatan itu jika mengambil hak orang lain secara paksa. Sehingga ada pelaku dan korban yang dirugikan.
Muslim:
Salah! Definisi anda sangat lugu. Saya bertanya arti kejahatan secara objektif, bukan subjektif. Jika pakai definisi subjektif, maka tergantung siapa yang berkuasa, di situ mereka yang membuat aturan. Kalau aturannya merugikan sebagian orang, apa anda mau bilang aturannya yang kejahatan?
Definisi kejahatan versi anda tidak jelas begini, buat apa dipakai untuk menggugat Tuhan.
Saya kasih tahu ya, bagi Ateis seharusnya tidak ada yang namanya kejahatan. Karena alam semesta ini hanyalah peristiwa perpindahan energi dan reaksi antar materi. Kehidupan dan makhluk cerdas hanyalah tragedi kebetulan semata. Hanya sepertriliun-triliun-triliun dari seluruh materi.
Krik krik krik
(Pega Aji Sitama)