AJUDAN DEMI AJUDAN
Oleh: Azwar Siregar
Baiklah. Salah satu yang menarik dari Kasus yang ramai sekarang, bukan cuma misteri pelaku dan penyebab tewasnya Brigadir J. Tetapi ajudan demi ajudan yang mengelilingi para Pejabat di Kepolisian kita. Dan kemungkinan pada Pajabat di Institusi yang lainnya juga.
Jujur saya lumayan kaget, sekelas Jenderal Polisi Berbintang dua saja, ajudannya begitu banyak. Ada Ajudan Pribadi. Ajudan Istri. Sopir pribadi. Sopir Istri. Dan entahlah, mungkin masih banyak lagi ajudan dan sopir yang lainnya.
Tidak ada masalah kalau semua ajudan dan para sopir dibayar secara pribadi. Tetapi mengingat dari yang saya baca di Media, para Ajudan dan para Sopir ini juga adalah Polisi, maka yang membayar sudah pasti adalah Negara!
Sebenarnya berapa sih ajudan dari setiap Pejabat?
Kalau misalnya para Jenderal, baik di Kepolisian maupun di Militer, ditambah Pejabat Pemerintah dan Pejabat Negara, jumlahnya mungkin ratusan, terus masing-masing memiliki Ajudan 3-4 orang, berapa ribu Anggota Polisi dan TNI yang seharusnya menjaga rakyat malah menjaga para Pejabat?
Saya kira hal ini perlu diperbaiki. Kita bukan Negara Kerajaan. Seharusnya kecuali Presiden, setiap Pejabat cukup diberikan satu ajudan dan sekaligus sopir dinasnya.
Sudah cukup kita ber negara selama ini terlalu memanjakan para Pejabat. Sudah digaji, diberikan rumah dinas, makan, tidur bahkan kencing rakyar bayari, pengawal diberi, tapi prestasinya dalam menjalankan tugas rata-rata biasa-biasa saja.
Kita juga harus mulai membedakan dan memisahkan fasilitas untuk Pejabat dan Keluarganya. Pejabat memang kita bayar. Terus kita berikan fasilitas. Tetapi seharusnya fasilitas tersebut hanya buat si Pejabat. Tidak termasuk istri, apalagi anak-anaknya.
Saya pernah membaca, ada Negara di Eropa yang hanya memberikan Rumah Dinas dalam bentuk Apartemen sederhana dengan satu kamar untuk Pejabatnya. Jadi Apartemen tersebut hanya boleh ditempati si Pejabat. Kalau misalnya istri dan anak-anaknya ikut tinggal, ya harus membayar.
Jadi Rumah Dinas, Mobil Dinas, apalagi Perjalanan Dinas, seharusnya ya hanya untuk yang Menjabat. Kalau ada Keluarga yang ikut, ya harus bayar.
Jangan seperti sekarang. Bapaknya yang pejabat, istrinya ikut jadi Pejabat. Anak-anaknya ikut dilayani seperti Pejabat. Bahkan saudara-saudara, orang tua dan mertuanya semua ikut seperti Pejabat.
Semua minta ajudan. Semua minta di kawal. Terus kapan giliran rakyat dikawal dan dilayani?
Negara yang Aneh! Ngaku Republik Demokrasi tapi lebih feodal dibandingkan sistem Kerajaan!
(*)