[PORTAL-ISLAM.ID] Oleh M. Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Mahfud MD membela bahwa pemerintah tidak Islamophobia, ia menyatakan "yang mengatakan itu Abu Janda, bilang ke ini, lalu dibilang Islamophobia, dia yang fobi, pemerintah kan tidak". Abu Janda sendiri kemudian nyeletuk "Pak Mahfud, cuma orang tidak waras yang percaya ada Islamophobia di Indonesia".
Islamophobia adalah ketakutan berlebihan kepada Islam. Ketakutan itu muncul karena memang dia memegang keyakinan bukan Islam sehingga Islam adalah pesaing bahkan musuh. Atau timbul karena kebodohan atau kejahilan terhadap ajaran Islam sendiri. Komunitas ini terbanyak justru dari orang Islam. Muslim yang jahil pada Islam.
Tingkat kebodohan tertinggi adalah orang bodoh yang tidak menyadari bahwa dirinya bodoh. Orang yang benar-benar sakit jiwa adalah orang yang tidak meyakini bahwa dirinya sakit jiwa. Lebih parah dia berhalusinasi bahwa orang selain dia yang sakit jiwa. Ia yang paling sehat.
Abu Janda menyatakan bahwa orang tidak waras yang percaya ada Islamophobia di Indonesia. Itu sama saja dengan menuduh Pak Mahfud tidak waras, karena yang bersangkutan menganggap di masyarakat ada Islamophobia hanya pemerintah tidak. Abu Janda sebenarnya mengakui dirinya tidak waras karena dia tidak sadar masuk dalam model dari kaum Islamophobia.
Empat bentuk sikap Islamophobia, yaitu :
Pertama, menista atau menodai agama Islam seperti menyerang kenabian dan atribut Islam lainnya, menyimpangkan pemahaman Islam ke arah persepsi atau nafsunya sendiri, atau juga memprofankan kitab suci. Qur'an yang semata dijadikan kitab akademis.
Kedua, memfitnah bahwa Islam menciptakan terorisme dan radikalisme. Anti kemajemukan dan hanya membangun fanatisme. Selanjutnya teror, radikal, intoleran itu digelindingkan secara masif untuk membangun ketakutan. Umat Islam dipojokkan dan dipinggirkan.
Ketiga, menyikapi berlebihan terhadap kelembagaan Islam. Pembubaran HTI maupun FPI lalu pembekuan ACT tanpa proses dan putusan Pengadilan adalah sebuah contoh. Di sisi lain lembaga-lembaga yang mengatasnamakan agama padahal sesat dan meresahkan dibiarkan berkembang seperti Ahmadiyah, Syi'ah, Baha'i, LDII, dan lainnya.
Keempat, kriminalisasi ulama dan tokoh atau aktivis Islam. Ulama atau tokoh Islam yang meninggal tidak wajar patut dicurigai sebagai pembunuhan. Butuh pembuktian lanjutan. Perkara sederhana yang didramatisasi atau proses yang dibuat berlarut-larut adalah bagian dari kriminalisasi.
Jangan gunakan istilah kafir, hindari terma jihad, khilafah, qital, qishash atau lainnya, salam harus untuk semua agama, kritisi pandangan keagamaan soal waris, jender, dan perkawinan beda agama, lalu kecam yang tidak bisa menerima LGBT atau budaya syirk, berdoalah dengan bahasa Indonesia dan jangan kearab-araban. Islam harus sesuai dengan adat dan budaya Indonesia. Nah, semua itu adalah Islamophobia.
Nyatanya di Indonesia itu marak Islamophobia baik yang terjadi di masyarakat maupun dilakukan oleh pemerintah. Hanya persoalan yang paling lucu dan aneh adalah bahwa mereka tidak mengakui dan menyadari atas perilaku Islamophobia itu. Berwajah suci bening, bijak dan tanpa dosa. Indonesia sangat menghargai Islam, katanya. Preet.
Bapak Abu Janda yang sangat Islami telah bersabda "Cuma orang tidak waras yang percaya ada Islamophobia di Indonesia". Bagus juga ya, artinya kita berantas orang tidak waras, kita basmi Islamophobia, kita gerakan bersama Anti-Islamohobia. Kita buat Undang-Undang Anti Islamophobia. Agar benar ucapan Bapak Abu Janda dan Bapak-Bapak lainnya bahwa di Indonesia tidak ada Islamophobia.
Hayo basmi Islamophobia, hidup Gerakan Anti Islamophobia!
Bandung, 28 Juli 2022