Oleh: Sutoyo Abadi, Koordator Kajian Politik Merah Putih
Kalau negara sudah menjadi anarchis – semua harus di babad dulu – ganti yang baru ( Plato ). Terhadap kekuasaan yang telah berubah menjadi tirani dan otoriter tidak boleh ada kompromi dan tidak boleh ada jalan tengah. Rakyat bisa dihancurkan, tapi tidak bisa dikalahkan, (Ernest Hemingway).
A Prince whose character is thus marked by every act which may define a Tyrant, is unfit to be the ruler of a free people. (Seorang Pangeran yang karakternya ditandai oleh setiap tindakan yang dapat mendefinisikan seorang Tiran, tidak layak untuk menjadi penguasa rakyat bebas).
Sinyal diatas sudah muncul di Indonesia, sebagai pemantik munculnya people power atau revolusi. Munculnya revolusi tidak bisa di percepat dan di perlambat. Kemunculannya tidak bisa dilepaskan dengan tahap perkembangan masyarakat dan hubungannya dengan sifat, sikap, kelola dan kebijakan penguasa.
Pada kematangan bahwa bahwa penguasa sudah full sebagai lawan masyarakat ( rakyat ) akibat penguasa tirani yang sewenang wenang dengan rakyat, embrio revolusi akan mulai terbentuk secara alami.
Kawan dan lawan mulai terpetakan , rakyat sudah memposisikan diri sebagai lawan penguasa karena sikap penguasa yang otoriter tidak lagi mau mendengarkan suara rakyat. Tanda tanda munculnya revolusi sudah dekat.
Revolusi rakyat hakekatnya bukan hanya kemauan rakyat tetapi juga kelompok elit penguasapun mulai pecah dan gelisah termasuk angkatan bersenjata mulai risau saat yang tepat pasti akan menyatu dengan rakyat, sebagai pemilik kedaulatan negara yang syah.
Ketika rakyat diperlukan sebagai budak, dihisap, dikekang kebebasannya dan begitu mudah rakyat ditangkap hanya karena kritik atau beda pendapat dengan penguasa. Saat yang bersamaan akan muncul aturan, penguasa melahirkan UU tentang resiko penghinaan kepada penguasa. Sebagai alat legitimasi menangkap dan memenjarakan siapapun yang di kehendaki oleh penguasa.
Musyawarah dengan penguasa tertutup maka saat itulah muncul pilihan diam disiksa atau melawan keluar dari penindasan. Hidup atau mati akan menggema sebagai slogan perlawanan. Gelombang revolusi pasti berupa kekuatan rakyat akan menjebol penguasa tirani maka resikonya huru hara, dan sangat besar kemungkinan jatuhnya korban yang mati.
Revolusi tidak akan lahir tanpa muncul nya pimpinan atau tokoh besar sebagai magnit pergerakan, negarawan , berpandangan jauh ke depan dan memiliki kemampuan memimpin Revolusi sampai tuntas.
Kekuatan revolusi adalah bukan hanya mahasiswa tetapi lebih dominan oleh kaum buruh, pekerja, tani sebagai sokoguru kekuatan pokok revolusi. Sebagai pihak yang paling menderita selama ini.
Jadi, selama civil society terus dilemahkan, masyarakat dibelah, organisasi rakyat dibeli, mahasiswa & akademisi dibungkam, spirit demokrasi dikerdilkan dengan cara memanipulasi kesadaran dan membunuh keberanian rakyat, di saat itulah revolusi akan menemukan momentumnya.
Terlihat gejala reformasi yang akan muncul di Indonesia adalah tuntutan negara kembali ke rel konstitusi UUD 45 asli dan Pancasila, setelah sekian dekade UUD 45 asli diubah oleh proses amandemen yang ugal ugalan atas pesanan kekuatan luar yang sangat besar. Prof. Kaelan UGM mengatakan bahwa “elite penguasa telah memurtadkan bangsa ini dari Pancasila”. Adalah hak rakyat untuk mengubah atau menghentikan pemerintahan tirani, dan mengganti dengan pemerintahan sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. Karena, karakter pemimpin tirani tidak bisa diterima untuk memimpin bangsa yang merdeka. (AHM)