[PORTAL-ISLAM.ID] Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi mengaku malu dan prihatin kasus anak kiai pengasuh Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang, Jawa Timur yang terjerat dugaan pencabulan hingga menjadi isu nasional.
"Kita ikut merasa malu dan prihatin kasus ini menjadi isu nasional," kata pria yang akrab disapa Gus Fahrur kepada CNNIndonesia, Kamis (7/7/2022).
Fahrur berharap pimpinan pesantren tersebut sadar dan taat terhadap hukum yang berlaku. Ia meminta agar pelaku bisa diserahkan kepada pihak berwajib agar masalah tersebut bisa selesai.
"Saya mengharap kesadaran pihak pimpinan pesantren untuk taat hukum dan menyerahkan kepada yang berwajib agar urusan segera selesai. Dia diberi jaminan keamanan dan pendampingan pengacara yang baik," ujarnya.
Di sisi lain, Fahrur juga prihatin terjadi bentrokan ketika polisi berupaya menjemput paksa anak kiai yang telah menjadi tersangka pencabulan di pesantren tersebut. Ia tak ingin santri pondok pesantren tersebut menjadi korban.
"Kasihan jangan ada korban santri yang mungkin tidak mengerti apa. Saya juga berharap bisa dilakukan penangkapan tanpa kegaduhan seperti OTT KPK," ujarnya.
Belum Berhasil Ditangkap
Polisi menangkap puluhan simpatisan Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi (42), DPO pencabulan yang bersembunyi di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Desa Losari, Ploso, Jombang, Jawa Timur, Kamis (7/7/2022).
Pasalnya, simpatisan MSAT itu menghalangi aparat kepolisian saat melakukan upaya penangkapan terhadap anak kiai Jombang itu.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Dirmanto mengatakan, jumlah simpatisan yang diamankan sebanyak 60 orang. Mereka diangkut menggunakan tiga truk milik kepolisian dan Satpol PP ke Mapolres Jombang untuk diperiksa.
"Di dalam masih ada yang kami periksa, memilah-milah mana yang bukan santri. Tadi sudah diangkut tiga truk," kata Dirmanto.
Dikatakan Dirmanto, para simpatisan itu menghalangi polisi saat masuk ke kawasan Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Jombang. Massa tersebut juga ada yang berasal dari luar daerah.
"Ini yang menghalangi tadi dan ada sukarelawan juga dari luar daerah," ujarnya.
Dirmanto menegaskan, siapa saja yang menghalangi upaya penangkapan MSAT akan ditindak tegas. Hal tersebut sesuai aturan hukum yang berlaku.
Saat ini, personel gabungan masih melakukan penyisiran dan penggeledahan beberapa lokasi dalam pesantren tersebut.
"Kami masih melakukan penggeledahan di beberapa gedung karena di dalam luas sekali. Gedung, kamar-kamar kami periksa semua. Mudah-mudahan waktu dekat kami bisa menemukan DPO," kata dia.
Sebelumnya, ratusan personel gabungan dari Polres Jombang dan Polda Jatim beserta pasukan Brimobnya dikerahkan menuju tempat persembunyian MSAT di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah.
Aksi bentrok polisi dengan simpatisan MSAT sempat terjadi dan mengakibatkan satu personel brimob terluka.
Untuk diketahui, MSAT sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus pelecehan seksual terhadap santriwati sejak 2019 lalu.
Berkas perkaranya sudah dinyatakan lengkap alias P21. Saat hendak dilakukan pelimpahan tahap II, kepolisian gagal menangkap MSAT. Bahkan ayahnya, meminta kasus anaknya dihentikan.
MSAT dilaporkan ke polisi atas dugaan pencabulan anak di bawah umur pada 29 Oktober 2019. Dia lantas ditetapkan menjadi tersangka berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) bernomor B/175/XI/RES.124/2019/Satreskrim Polres Jombang tertanggal 12 November 2019.
Dalam SPDP tersebut, MSAT dijerat Pasal 285 atau Pasal 294 ayat 1 dan 2 ke 2e KUHP.
Informasi yang dihimpun, dugaan pencabulan itu terjadi saat korban melamar menjadi karyawan klinik rumah sehat ponpes. Praktik asusila berlangsung saat proses interview (calon karyawan) dimana terlapor MSAT sebagai pimpinannya.
[VIDEO Keterangan Polisi]