SATU per satu kepingan teka-teki kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir Yosua, 27 tahun, mulai terungkap.
Salah satunya misteri ambulans yang membawa Yosua dari rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan.
Sebelumnya, tak ada tetangga yang melihat ambulans meluncur dari rumah Ferdy pada hari itu.
TEMPO menelusuri pemilik kamera pengawas (CCTV) di sekitar Kompleks Polri.
Tim majalah ini menemukan rekaman CCTV di kafe sekaligus kantor advokat Denny AK Andrian di Jalan Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, pada Kamis, 21 Juli lalu.
“Polisi juga sudah datang dan meminta rekaman CCTV itu,” kata Davit Arlianto, pengacara di kantor advokat Denny AK Andrian, pada Kamis, 21 Juli lalu.
Rekaman CCTV yang menghadap jalan raya menunjukkan satu unit ambulans dengan lampu sirene menyala yang diduga membawa jenazah Brigadir Yosua melintas diikuti dua mobil Provos Kepolisian RI pada Jumat, 8 Juli lalu, pukul 19.28.
Tapi jam CCTV tak menunjukkan waktu sebenarnya alias terlambat 25 menit. Artinya, ambulans melintas di depan kantor sekitar pukul 19.53.
Penyidik baru mengambil rekaman CCTV tersebut pada Selasa, 19 Juli lalu. Padahal peristiwa yang disebut polisi sebagai "baku tembak" di rumah dinas Ferdy Sambo dan menewaskan Yosua itu berlangsung sebelas hari sebelumnya atau pada Jumat, 8 Juli lalu.
“Polisi ingin memastikan ambulans tersebut yang membawa jenazah Yosua ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati,” tutur Davit.
Polisi yang meminta rekaman CCTV itu berasal dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya).
Polda Metro Jaya tengah menangani dua perkara: dugaan pencabulan oleh Brigadir Yosua kepada istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan upaya pembunuhan yang diduga dilakukan Yosua kepada Putri.
Polisi menyebutkan Yosua tewas ditembak Bhayangkara Dua (Bharada) Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E), 24 tahun, setelah mendengar teriakan Putri dari dalam kamar. Richard sudah ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini. “Dia sudah diamankan ke Polda Metro Jaya,” ucap Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo pada Jumat, 22 Juli lalu.
Sebelumnya, polisi merilis Bharada Richard (Bharada E) menembakkan lima peluru ke tubuh Yosua. Perhitungan ini diperoleh dari pengakuan Richard dan magasin pistol Glock 17 yang digunakan untuk menembak Yosua bersisa 12 peluru. Magasin Glock tersebut maksimal menyimpan 17 peluru.
Menurut seseorang yang mengetahui perkara ini, belakangan diketahui Richard menembak lebih banyak dari pengakuannya. Lima tembakan di antaranya mengenai tubuh Yosua. Pistol yang digunakan Richard tersebut juga tercatat sebagai satu dari enam Glock 17 milik Divisi Propam. “Ada banyak fakta yang baru terungkap, termasuk soal CCTV.”
Bukan hanya CCTV di luar kompleks, penyidik baru menerima rekaman beserta kamera pengawas di pos satuan pengamanan Kompleks Polri Duren Tiga sekitar sepekan setelah kematian Brigadir Yosua. Menurut seorang petinggi di Markas Besar Polri, pejabat di Divisi Propam yang memerintahkan Provos menyita rekaman dan kamera tersebut. “Katanya untuk mengamankan kamera supaya enggak diambil pihak tak bertanggung jawab,” ujar pejabat itu.
Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo membenarkan kabar bahwa kamera tersebut sempat diambil personel Provos. Ia menegaskan, kamera dan rekaman sudah diserahkan kepada penyidik dan dalam kondisi utuh.
Ia juga mengklaim penyidik sudah mengantongi rekaman CCTV perjalanan dua mobil Lexus RX yang ditumpangi Putri Candrawathi dan Yosua dari Magelang, Jawa Tengah, menuju Jakarta. Salah satunya rekaman di salah satu rest area di jalan tol Cikampek menuju Jakarta.
Potongan rekaman disebutkan menunjukkan Putri dan Yosua menumpang di dua mobil yang berbeda. Dalam rekaman itu, Yosua mengenakan kaus putih merek Zara yang di belakangnya ada tulisan “We Need Art In Our Lives” dan celana jins ketat berwarna biru.
Baju yang sama terlihat saat Yosua tiba di rumah pribadi Ferdy Sambo di Jalan Saguling III, Duren Tiga, pada Jumat, 8 Juli lalu, sekitar pukul 15.00. Jarak antara rumah pribadi dan rumah dinas Ferdy sekitar 500 meter.
Saat mereka tiba, Ferdy berada di rumah. Semua aktivitas mereka terekam kamera pengawas di dalam rumah. Sesaat sebelum penembakan, mobil Ferdy diklaim terlihat berbalik arah dan menuju rumah dinas. Ia disebutkan menuju rumah dinas karena ditelepon oleh Putri yang tengah histeris. “Semua rekaman itu sudah ada di tangan penyidik,” tutur Inspektur Jenderal Dedi.
Kaus putih itu pula yang dikenakan Brigadir Yosua saat ia tewas. TEMPO melihat foto jenazah Yosua yang terkapar bersimbah darah di bawah tangga dan di depan pintu kamar mandi rumah dinas Ferdy. Ceceran darah terlihat menyebar di sekitar tubuhnya hingga mengalir ke anak tangga menuju kamar mandi.
Posisi tubuh Yosua tertelungkup dengan tangan kanan menjulur ke depan. Pistol HS 9 yang disebut polisi miliknya tergeletak di dekat tangan kanannya. Tak terlihat bekas luka di bagian belakang badan Yosua.
Salah satu foto menunjukkan tubuh Yosua dalam posisi terbalik. Baju depannya terlihat berlumuran darah. Wajahnya masih tertutup masker berwarna hitam. Seorang petugas mengatakan volume darah yang terkumpul di sekitar Yosua berjumlah 760 mililiter serta 150 gram darah yang sudah membeku.
Berbeda dengan kronologi perjalanan rombongan dari Magelang hingga menuju Jakarta yang dikuatkan oleh berbagai rekaman CCTV, penyidik hanya mengandalkan keterangan ajudan Ferdy lain dan Bharada Richard saat penembakan terhadap Yosua. Namun sebagian kesaksian Bharada Richard tak sinkron dengan kronologi versi polisi.
Seseorang yang mengetahui perkara ini mengatakan Richard bersaksi awalnya satu kali menembak Yosua ke arah dada. Kemudian dia bersembunyi di dinding tangga karena Yosua membalas tembakan. Richard menembak lagi sebanyak dua kali. Ia mengakhiri dengan dua tembakan lain ke arah dada saat posisi Yosua sudah nyaris tersungkur di lantai.
👉Baca selengkapnya Majalah TEMPO