Kurban di ACT atau ACT (di)Kurban(kan)?
"Saya ini Direktur Eksekutif, gaji saya nggak segitu. Di bawahnya," kata seorang Direktur Eksekutif ACT pada kami.
"Lagian, coba tanya TEMPO itu, apa mereka punya bukti slip gaji ACT? Nggak ada," lanjut dia.
Saya cukup sedih sebenarnya. Obrolan ini terjadi di luar. Di sebuah kantor, yang bagi teman-teman ACT yang biasa ngantor di Menara 165, ya terasa sempit. Seorang direktur eksekutif dan beberapa direktur meriung (duduk berkumpul).
Tapi mau bagaimana lagi, mereka sekarang tak bisa memasuki kantornya. Betul izin PUB-nya (Pengumpulan Uang dan Barang) yang dicabut, tetapi mereka juga saat ini dilarang beroperasi di sana.
Bagai anak ayam kehilangan induknya. Untuk berkumpul, mengumpulkan nafas perjuangan dan memperjuangkan hak-hak saja, mereka belum tahu harus dilakukan dari mana. Sekitar 600-an orang sekarang dirumahkan.
300 rekening dibekukan. Bukan hanya rekening ACT, tetapi juga rekening-rekening lembaga lain yang se-"holding", termasuk Global Qurban. Maka bayangkan, bagaimana bisa program Kurban tahun ini dimplementasikan? Saya dengar 10 ribu kurban sudah disalurkan, tetapi ada sekitar empat ribu lagi yang dananya berada di rekening yang dibekukan itu.
Maka, pagi tadi, sembari menunggu shalat Idul Adha, pikiran saya kemana-mana. Ini momentum Idul Kurban. Banyak orang berkurban melalui ACT (baca: Global Qurban). Lha kok malah ACT lagi dikurbankan. Jujur, apa salah mereka?
(Penulis: Shodiq Ramadhan)