Gugatan UU IKN Ditolak
Pemindahan ibukota adalah kebijakan yang digagas Joko Widodo selaku Presiden RI. Lalu disetujui mayoritas anggota DPR. Kemudian dituangkan ke dalam UU sehingga memiliki dasar hukum.
Dengan demikian setiap langkah dan tindakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka mewujudkan gagasan itu, sepanjang sesuai dengan ketentuan yang ditegaskan di sana, adalah merupakan sikap, langkah, dan perbuatan yang dilindungi UU.
Tapi ternyata ada sebagian kalangan yang tak sependapat. Atau setidaknya tak cukup terjelaskan dan ingin menguji hipotesa yang melatar belakanginya. Semata agar gagasan yang diperkirakan menguras sumberdaya Negara itu, tak sia-sia. Bahwa hal tersebut memang keputusan terbaik bagi bangsa yang sesungguhnya memiliki berbagai kebutuhan mendesak dan tak kalah penting lainnya.
Mereka adalah warga Negara yang juga membayar pajak dan memiliki hak yang sama dengan Presiden, perwakilannya di DPR, juga hakim-hakim konstitusi yang siang kemarin berkesimpulan menolak gugatannya.
Gugatan tersebut merupakan langkah konstitusional terakhir yang dapat mereka lakukan. Sebab apapun keputusan yang siang tadi dibaca bergantian oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi tersebut, sifatnya final. Tak ada celah dan tak bisa lagi memohonkan langkah banding seperti pada pengadilan perdata maupun pidana umumnya.
Joko Widodo dan jajaran pemerintahannya, kini layak menepis sekecil apapun keraguan yang dulu mungkin mereka rasakan. Yakni sebelum putusan gugatan di atas tadi, disampaikan. Terlepas dari ketidakpastian investor dan badan usaha yang bersedia menggelontorkan sekitar 80 persen biaya untuk mewujudkan cita-cita Ibu Kota Negara yang dinamakan Nusantara itu, pemerintahan Joko Widodo kelihatannya bakal tetap membelanjakan anggaran yang tahun ini telah dialokasikan sekitar Rp 40 trilun.
Persoalannya bagaimana jika tak ada, atau tak cukup partisipasi swasta yang bersedia mendukungnya?
Apakah kebutuhan untuk mencukupkan IKN dapat berfungsi dan beroperasi, akan dianggarkan dari kas Negara lagi?
Bagaimana jika ada kebutuhan lain yang begitu mendesak -- sehingga pemerintah perlu mengupayakan 'refocusing' -- yang resikonya menyebabkan IKN terbengkalai?
Lalu bagaimana jika pada akhirnya pemindahan IKN tak jadi dilakukan?
Mungkin karena kebutuhan dana untuk meneruskannya tak kunjung tersedia. Mungkin karena disrupsi 'proses bisnis' pemerintahan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, berlangsung sedemikian cepat dan tak lagi membutuhkan fasilitas-fasilitas monumental di sana. Mungkin karena syarat kecukupan sumberdaya tak kunjung terpenuhi sehingga ibukota baru tak dapat beroperasi. Mungkin karena berbagai alasan konstitusional yang lain.
Artinya, kekhawatiran sebagian kalangan yang gugatannya ditolak para hakim Mahkamah Konstitusi yang diketuai ipar Joko Widodo kemarin, kemudian hari ternyata menjadi kenyataan.
Jika demikian apakah 'pemaksaan konstitusional' mewujudkan gagasan pemindahan IKN tersebut, tak membutuhkan payung hukum terhadap resiko keputusan yang nyatanya keliru karena mengabaikan pandangan lain?
Hakim sering diungkapkan sebagai 'tangan Tuhan' di dunia. Tapi bukan Tuhan.
Mardhani, Jilal -- 21 Juli 2022
(Sumber: fb)