[PORTAL-ISLAM.ID] Pertemuan Para Menteri Luar Negeri G20, atau G20 Foreign Ministers’ Meeting (FMM), yang telah diselenggarakan di Bali pada tanggal 7-8 Juli 2022. Presiden RI sebagai ketua, gagap, keteteran dan kering pengalaman sebagai diplomat kaliber dunia, berahir tanpa hasil yang jelas.
Tidak mungkin pertemuan Menteri luar negeri G-20 hanya membahas urusan ekonomi dan mengesampingkan urusan politik, masalah geopolitics dan perang yang sedang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Pertemuan Menteri luar negeri G-20 di Bali gagal, tidak lebih seperti sirkus, sinetron, hanya kumpul-kumpul, basa basi, dan photo photo selfi.
Baca juga:
Genjot Dana Murah, BTN Targetkan Transaksi Tabungan Bisnis Sebesar Rp7 Triliun
BTN Terus Dorong Implementasi Sekuritisasi di RI
Rusia sudah Menang Perang di Ukraina
Presiden RI sebagai ketua tidak memiliki proposal rencana perdamaian, atau peta jalan negosiasi yang kongkrit dan komprehensif yang menghasilkan gencatan senjata, atau untuk mengakhiri perang di Ukraina yang bisa diterima oleh Rusia, Ukraina, USA, NARO dan Uni Eropa.
Tidak mungkin negara yg sedang dan memiliki tujuan militer, tujuan politik, tujuan teritorial, dan tujuan ekonomi akan berhenti perang, hanya dengan himbauan dari negara yang lain yang lemah dan miskin gagasan perdamaian.
Terlalu naif untuk mengambil gagasan dan posisi hanya mendorong semua pihak untuk mengakhiri perang dalam diplomasi internasional tetapi tidak memiliki proposal rencana perdamaian. memiliki proposal rencana perdamaian, itu konyol dan hanyalah lelucon besar.
Dalam pelaksanaan pertemuan para Menteri Luar Negeri dari G. 20 di Bali Indonesia tidak memiliki gambaran tuntutan komprehensif rencana perdamaian dari : Rusia ( apa syarat Rusia ingin mengakhiri perang ) – Ukraina ( apa ingin mengairi perang dan AS, NATO , Uni Eropa apa yang diinginkan dari negara tersebut untuk mengakhiri perang Rusia dan Ukraina, yang dapat diperdebatkan secara terbuka atau dalam sesi tertutup oleh yang terlibat dalam perang.
“Itu sikap dan tindakan minimal yang harus diambil Indonesia sebagai Presiden G-20. Bukan cuma kebiasaan ngoceh menghimbau, berdasarkan moralitas dan kebaikan bersama”. Tanpa memiliki proposal rencana perdamaian hanyalah lelucon besar.
Bila Indonesia sebagai Presiden G-20 tidak belajar dan mengubah sikap, setelah pertemuan para Menteri Luar Negeri G.20, maka KTT G-20 di Bali mendatang hasilnya akan sama, tidak berarti, kegagalan besar, hanya kumpul-kumpul, basa basi dan photo photo. Apalagi kalau Presiden Putin datang akan ada boikot dari kepala negara AS dan Uni Eropa. Presiden RI jebol dan sempoyongan sebagai Ketua G. 20. []