[PORTAL-ISLAM.ID] Kereta api berkecepatan tinggi jarak jauh, China State Railway Group, yang dibangun pemerintah China dalam upaya mengembalikan ekonomi negara itu, justru melahirkan beban utang yang sangat tinggi.
Pada akhir tahun 2021, utang itu mencapai 882 miliar dolar AS, atau sekitar 5 persen dari PDB China, menurut laporan Asia Nikkei.
Jumlah utang diperkirakan akan terus meningkat, menjadi kekhawatiran bahwa "utang tersembunyi" China justru menjadi pusat perhatian atas situasi pertumbuhan negara itu.
Bahkan dalam menghadapi utang yang menggunung, China State Railway Group tetap nekat menggandakan perluasan jaringannya.
China Railway berencana mencapai perluasan jaringan sepanjang 30.000 kilometer pada 2035, hingga menjadi 70.000 kilometer.
Pemerintah daerah mendorong ekspansi yang cepat untuk menarik proyek-proyek baru yang diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja. Namun, pada kenyataannya perusahaan berencana untuk menjual obligasi kepada broker dan pemberi pinjaman untuk membayar tagihan perluasan jangkauan jaringan tersebut.
Zhao Jian, profesor di Universitas Jiaotong Beijing dan pakar transportasi mengatakan, prioritas pemerintah adalah pertumbuhan ekonomi dan tidak peduli dengan pembayaran utang.
"Setiap kilometer pembangunan kereta api membutuhkan biaya 120 juta yuan hingga 130 juta yuan. Ini berarti perluasan 30.000 kilometer akan membutuhkan sekitar 3,6 triliun yuan," katanya.
Pada bulan Mei, pemerintah China mengumumkan langkah-langkah stimulus ekonomi komprehensif untuk mengangkat ekonomi yang dilanda Covid, termasuk mengizinkan China Railway untuk menerbitkan obligasi tambahan senilai 300 miliar yuan untuk konstruksi kereta api.
Intinya, "utang tersembunyi" ini memungkinkan pemerintah untuk meminjam uang tanpa meningkatkan jumlah total utang nasional resmi.
Total kewajiban untuk China Railway meningkat sebesar 4 persen pada tahun 2021 menjadi 5,91 triliun yuan.
China State Railway Group mencatat kerugian bersih 49,8 miliar yuan pada 2021. Jumlah penumpang turun 29 persen, dan arus penumpang terus melamban pada Januari-Maret di tengah gelombang infeksi Covid-19. [RMOL]