Apa efek kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia? Nothing
Coba luangkan waktu untuk membaca berita terkini. Adakah perang berhenti pasca Jokowi bertemu Putin dan Zelensky? Tidak.
Lihatlah ekspresi Zelensky dan Putin ketika bertemu Jokowi, tak lebih dari sekedar basa-basi diplomasi. Raut wajah Zelensky dingin saat berbicara dengan Jokowi. Begitu pula saat bertemu Putin, harapan akan perdamaian yang disampaikan Jokowi terbilang normatif tanpa solusi konkrit. Gue mencatat kalimat Jokowi saat ia bertemu dengan Putin. Bahwasanya Indonesia telah berusaha membujuk kelompok negara barat agar menghapus sanksi embargo ekonomi kepada Rusia. Putin menanggapinya dengan datar, karena ia sudah tahu kalau omongan Jokowi itu cuma sekedar basa-basi standar. Gak ada yang spesial.
"Ngemeng doang gampang mas Joko. Yang jadi pertanyaan, omongan lu itu diaminkan NATO atau tidak?" Mungkin begitulah Putin membatin dalam hati.
Jokowi mau membawa rombongan kasidahan lalu memutar lagu berjudul "Perdamaian" ditengah kota Kiev dan Moscow juga gak bakal menyadarkan pihak yang sedang bertikai.
Berselang satu jam setelah Jokowi meninggalkan Moscow, Putin kembali melancarkan serangan ke kota Kiev sekaligus mengancam NATO bahwa Rusia tak segan mengeluarkan maklumat perang kepada siapa saja yang membela Ukraina.
Jika NATO masih bertahan dengan egoismenya, maka dunia diambang perang dunia ketiga. Satu-satunya cara untuk mencegah perang meluas adalah mbah Joe Biden mesti bertemu dan bernegosiasi dengan om Putin. Kremlin dari awal sudah membuka keran untuk berdiplomasi. Namun White House lah yang keras kepala, mereka masih merasa menjadi polisi dunia. Padahal situasi ekonomi dinegeri Uncle Sam sendiri sedang morat-marit.
Ukraina-NATO versus Rusia ini sangat berbeda situasinya dengan konflik di Bosnia - Serbia. Pak Harto kala itu mendapat dukungan penuh dari OKI dan NATO, sedangkan Serbia sendirian. Ujug-ujug Jokowi berlagak jadi penengah konflik antara dua Negara adidaya yang punya reaktor dan senjata nuklir. Lu bikin Esemka aja gagal total, Jokowi sama sekali gak punya nilai tawar.
Ada baiknya presiden RI fokus membenahi situasi sosial, politik dan ekonomi dalam negeri. Pererat hubungan dengan negara anggota ASEAN dan Australia. Jaga-jaga kalau sampai terjadi perang dunia ketiga.
Jika World War 3 benar-benar berlangsung, Indonesia harus berpikiran egois dan realistis. Tak usah ikut campur terlalu dalam dalam pusaran konflik negara yang punya nuklir. Pastikan saja perang tak meluas kewilayah Asia Tenggara. Toh cadangan beras Indonesia, Thailand, Vietnam relatif aman. Kalau kekurangan pasokan minyak bisa impor dari Brunei Darussalam. Bagaimana dengan kebutuhan akan protein hewani? Tenang, ada Aussie yang akan memasok kebutuhan daging hewan ternak.
Begitulah, saat situasi dunia serba tak menentu, tetanggalah yang akan menjadi penolongmu.
(Ruby Kay)