[PORTAL-ISLAM.ID] Tiga lembar surat diterima keluarga Brigadir Nofriansyah Yoshua atau Brigadir J.
Satu dari tiga surat tersebut berlogo Polres Jakarta Selatan, sedangkan dua lainnya berlambang Rumah Sakit Bhayangkara Polri.
Surat-surat itu muncul setelah Yoshua ditemukan meninggal dunia di rumah dinas bosnya, Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Jumat dua pekan lalu.
Tiga dokumen tersebut adalah surat keterangan tes antigen, pengawetan jenazah, dan permintaan visum et repertum.
Dokumen-dokumen itu sama sekali tidak menjelaskan penyebab kematian Yoshua.
Dalam surat permintaan visum dari Polres Jaksel pun, dugaan penyebab kematiannya dibiarkan kosong.
"Sampai kemarin itu yang kami dapatkan hanya surat permintaan hasil visum, bukan hasilnya," kata kuasa hukum keluarga Yoshua, Martin Lukas, kepada reporter detikX pekan lalu.
Bagi keluarga, ini adalah hal yang janggal. Sebab, tak ada pemberitahuan kepada pihak keluarga sebelum dilakukan pemeriksaan forensik terhadap tubuh Yoshua.
"Di mana-mana visum itu, kan, dilakukan berdasarkan persetujuan keluarga, bukan dilakukan dulu baru izin," lanjut Martin.
Keluarga juga menemukan kejanggalan di bagian data surat permintaan visum tersebut.
Di surat yang ditandatangani oleh perwakilan Kapolres Jaksel itu, pekerjaan Yoshua disebut sebagai 'pelajar/mahasiswa', bukan polisi.
Permasalahan data pun terdapat pada surat keterangan pengawetan jenazah yang ditandatangani Kepala Instalasi Forensik RS Polri Dokter Arif Wahyono.
Dalam dokumen tersebut, usia Yoshua tertulis 21 tahun. Padahal Yoshua berusia 28 tahun.
Kepada detikX, Arif mengakui telah menandatangani surat keterangan pengawetan jenazah.
Namun dia enggan menjelaskan secara rinci bagaimana mungkin kesalahan data itu bisa terjadi.
"Salah ketik saja kayaknya," kata Arif.
Tim dari Polres Jaksel membawa Yoshua ke RS Polri pada Jumat, 8 Juli 2022, malam dalam kondisi meninggal dunia. Di tubuhnya, terdapat beberapa luka tembak.
Penyidik meminta dokter forensik RS Polri melakukan visum dan autopsi terhadap tubuh Yoshua.
Di sisi lain, adik Yoshua, Mahreza Hutabarat, yang juga polisi di Jakarta, mendapat perintah dari atasannya untuk pergi ke Mabes Polri.
Sesampai di Mabes, Reza dibawa ke RS Polri oleh seorang polisi berpangkat AKBP untuk dipertemukan dengan jasad kakaknya yang sudah tertutup di dalam peti.
Martin Lukas mengatakan Reza dilarang melihat kondisi tubuh kakaknya.
Reza hanya diminta menandatangani surat yang diduga persetujuan visum dan autopsi.
Dokter forensik yang ada saat itu, menurut Lukas, sebenarnya sempat ingin menjelaskan kondisi dan penyebab kematian Yoshua kepada Reza. Namun seorang polisi melarangnya.
"Ketika dokter mau menjelaskan, komandannya yang mendampingi itu menghentikan penjelasan dokter. Komandannya bilang: jangan jelaskan!" kata Martin, berdasarkan cerita Reza yang ia dengar.
Brigadir Yoshua diduga meninggal dunia pada pukul 17.00 WIB di rumah dinas bosnya, Irjen Ferdy Sambo.
Polres Jakarta Selatan dan Mabes Polri menyebut Yoshua meninggal setelah beradu tembak dengan ajudan Ferdy lainnya, Bhayangkara Dua Richard Eliezer atau Bharada E. [Detik]