Antara Kerjaan, Dakwah, dan Kerjaan Yang Punya Nilai Dakwah
Oleh: Fauzan Inzaghi
Ini masalah yang berulang sebenarnya. Dan saya setengah setuju dengan kritikannya, walaupun setengah lain tidak setuju, karena perbandingannya terlalu materi, tapi disisi lain saya setuju karena yang dibicarain itu pesantren yang mengambil biaya mahal dari muridnya, jadinya orientasinya bisnis, bisnis pelayanan pendidikan, sah-sah saja, baik secara agama atau hukum, bahkan bisa dapat pahala kalau ikhlas, karena bisnisnya bermanfaat dan membantu orang lain yang mencari pendidikan yang baik.
Beda cerita kalau pesantren biaya murah atau tanpa biaya, misinya beda, bedanya apa? Yang satu bisnis penyediaan layanan pendidikan dan yang satunya untuk dakwah. Kalau penyedia layanan, jangan mau untung sendiri, harus menghargai guru, karena guru disini tugasnya sebagai pegawai, jangan kedoknya ikhlas, tapi ngambil keuntungan dari santri, kadang untung banyak lagi, banyak pondok tahfiz seperti itu.
Nah guru tahfiz juga habis waktu untuk ngajar, waktu yang harusnya untuk dia dan dia gunakan untul menafkahi keluarga, dihabiskan untuk bisnis orang lain. Adapun berkhidmat pada Alquran, itu terserah si hafiz, dia bisa aja meluangkan waktunya untuk ngajar Alquran d Ponpes yang Non-Profit atau diluar pesantren, walau dengan biaya gratis, atau sekedar bensin, dan itu banyak dilakukan, bukan di ponpes yang orientasinya sebagai penyedia layanan pendidikan dengan biaya yang lumanyan.
Pesantren yang orientasi bisnis harus jujur bahwa dia berbisnis pelayanan pendidikan, jadi jangan meminta keikhlasan gaji guru dan mengambil keuntungan dari "ngajar agama harus ikhlas", itu memanfaatkan orang lain dengan kedok agama. Jujur saja mengatakan, bahwa ini sekolah swasta sebagaimana sekolah swasta yang lain, tapi kami menawarkan fasilitas alquran dan lingkungan yang dibutuhkan anak untuk tumbuh secara islamy ditengah perubahan zaman yang edan.
Gak ada masalah dengan itu (bisnis pelayanan pendidikan dengan nilai plus Alquran -red), bahkan itu mulia, ditengah pendidikan yang menawarkan fasilitas materi. Jadi orang tua murid merasa ada yang membantu dengan ide kita, jadi walaupun bisnis, tapi bisnis bermanfaat, bahkan membantu agama. Yang jadi masalah masalah tidak jujur pada diri dengan pakaian agama, dan memanfaatkan orang lain dengan alasan agama, itu tidak baik, bahkan bisa berdosa.
Oh kalau ternyata si hafiz itu menawarkan diri secara sukarela, diluar jam kerja dia, ya itu urusan dia, tapi kan terserah juga dia mau milih dimana, namanya aja sukarela, ya lillahi taala, banyak kok yang seperti itu, ini ga cuma untuk hafiz, tapi juga orang yang berilmu, yang paham kitab-kitab. Jadi hargailah orang lain, waktu orang lain, dengan membedakan mana dakwah, mana kerjaan, walau kerjaan yang punya nilai dakwah, tapi hitam putih dalam gerakan harus jelas, biar ga ada yang terzolimi, dan disatu sisi pengajar juga bisa menjaga keikhlasannya.
Ini juga berlaku pada para pengajar, bedakan mana menyampaikan ilmu sebagai kerjaan dan mana menyampaikan ilmu sebagai murni dakwah, walaupun bekerja menyampaikan ilmu juga dapat pahala, dan ada nilai dakwah, tapi harus dibedakan mana yang murni dakwah, niat beda, cara bermuamalah pun beda. Biar tidak menzalimi ilmu, dan tidak terzalimi juga, tidak menipu diri sendiri, dan tidak ditipu orang lain. Disini butuh ilmu fikih untuk membedakan keduanya, lagi-lagi ilmu sebelum amal, teori sebelum praktek itu penting, sangat penting membedakan dakwah, kerjaan, kerjaan yang punya nilai dakwah, agar ga tertipu atau menipu diri sendiri.
Jangan bilang kenapa harus ada yang membayar padahal sekolah agama ya, karena salah satu manfaatnya adalah agar ada sekolah agama yang fasilitas dan kualitasnya mampu bersaing dengan sekolah favorit lain, sehingga lembaga pendidikan agama bisa jadi favorit, sekolah favorit yang mengajarkan muslim tentang dasar agamanya dengan porsi lebih, tanpa kehilangan kualitas, dan ini kadang sulit dipenuhi sekolah gratis diera kacaunya sistem waqaf.
Banyak orang tua ingin memasukan anaknya ke lembaga sekolah yang mana belajar agamanya lebih, tapi karena kualitasnya kurang, jadi mundur, nah lembaga berbayar juga salah satu solusi, dimana dengan sedikit tambahan bayaran, orang tua mendapatkan sekolah bagus tanpa mengorbankan ilmu-ilmu agama. Tapi itu beneran jadi solusi dengan syarat, yang menjalankan sekolah memahami fikih lembaga pendidikan, sehingga tidak menimbukan masalah baru. Wallahualam.
(fb penulis)