[PORTAL-ISLAM.ID] Indonesia Halal Watch (IHW) meminta Pemerintah Indonesia untuk tidak latah terhadap kebijakan di negara lain seperti melegalkan ganja yang kini berlaku di Thailand.
"Jadi kita tidak perlu latah soal hukum, apa yang terjadi di Thailand yang melegalkan penggunaan ganja, cukup saja di Thailand. Kita tidak perlu ikutan," katar Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah dalam keterangan tertulis, Kamis, 30 Juni 2022.
Ia mengatakan, Indonesia sudah tumbuh dan hidup dengan tatanan hukumnya sendiri serta warna akhlak yang religius sesuai dengan falsafah negara yang berketuhanan Yang Maha Esa.
Ikhsan Abdullah yang juga Wakil Sekjen MUI bidang Hukum dan HAM ini menilai dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika sudah mengatur dengan jelas, yakni ganja hanya boleh digunakan untuk kepentingan kesehatan, penelitian, pendidikan, dan teknologi.
"Tetapi penggunaannya tetap harus ada rekomendasi dari dokter. Bila digunakan untuk mengobati pasien atau untuk orang yang sakit maka wajib meminta izin dari Kementerian Kesehatan," katanya.
Karena itu, menurut dia, sudah tidak perlu lagi DPR mengajak masyarakat untuk mengkaji dan membahas perihal pemanfaatan ganja untuk medis. Ia mendorong DPR untuk tetap berpegang teguh pada UU yang berlaku.
"Karena materi ganja dan kondisi sosiologis dan teologis bangsa Indonesia masih tetap tidak berubah seperti di Thailand misalnya. Yang tidak boleh atau dilarang adalah bila pemakaiannya disalahgunakan," kata Ikhsan Abdullah.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mendorong penggunaan ganja untuk medis dibahas dalam revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang sedang dibahas Komisi III DPR RI.
"Kami akan mengambil langkah-langkah untuk mendorong Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR yang kebetulan sedang membahas revisi UU Narkotika," kataya.
Hal itu dikatakan Dasco usai menerima audiensi seorang ibu bernama Santi Warastuti yang berjuang untuk melegalkan ganja bagi medis untuk pengobatan anaknya Pika yang menderita "celebral palsy".
Ia menjelaskan RDP tersebut akan dilaksanakan secepatnya yaitu pada pekan ini atau paling lambat sebelum masa reses DPR yang dimulai pada pekan depan.[FIN]