Prabowo “Dibobodo”?
Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Pertarungan antara oligarki melawan kekuatan rakyat akan tergambar pada proses Pilpres yang akan datang. Pengaruh Jokowi berada pada kutub oligarki. Polar budaya yang menghalalkan segala cara termasuk uang. Oligarki adalah penjajah negeri.
Prabowo yang telah dirangkul Jokowi nyata kehilangan kaki kekuatan oposisi anti oligarki. Ia tengah mencari dukunganJokowi dan oligarki untuk menjadi Presiden pengganti. Jokowi memberi harapan dan Prabowo harus menjilat habis demi dukungan ini. Permainan Prabowo-Jokowi adalah bagiannya, meskipun model seperti ini akan menjadi pasangan tertawaan dunia.
Survey dibuat seolah Prabowo tertinggi disusul Ganjar Pranowo dengan memerosotkan Anies Baswedan. Disain jitu untuk meninabobokan Prabowo. Oligarki berharap Ganjar sebagai boneka baru. Lalu pasangan disosialisikan gencar. Uji coba saat ini menemukan format Ganjar-Erik Thohir sang pengendali dan penguasa BUMN.
Prabowo bukan bodo tetapi “dibobodo” yang dalam bahasa Sunda berarti dibohongi. Jokowi sebagai bagian oligarki tidak akan mempercayai Prabowo mantan lawan politik yang diduga sebagai pemenang sebenarnya dari Pilpres lalu. Apalagi Prabowo bahagia digadang-gadang untuk berpasangan dengan Puan Maharani, puteri Megawati yang menjadi seteru Jokowi saat ini.
Prabowo dibobodo oleh disain survey, dibobodo oleh oligarki dan Jokowi, dan jika Megawati menyerah untuk akhirnya mendukung kader partainya sendiri Ganjar Pranowo, maka sempurnalah proses “ngabobodo” Prabowo. Hanya umat Islam yang tidak ngabobodo sebab sejak Prabowo dianggap berkhianat, umat telah tegas menyatakan tidak akan mendukung Prabowo untuk Presiden ke depan.
Bagaimana dengan poros PAN PPP dan Golkar? Jika benar ungkapan Airlangga bahwa poros ini dibentuk atas pesan Jokowi, maka poros ini dapat digunakan untuk wadah Ganjar-Erik sebagai mainan oligarki. Jokowi membuang Prabowo dan Megawati untuk kemudian optimalisasi poros tiga partai ini. Modal atau pendanaan bukan persoalan.
Tetapi Airlangga dan Golkarnya tidak mudah untuk “dibobodo” karena dapat juga koalisi ini menjadi poros dari lawan oligarki. Misalnya pasangan Anies-Airlangga yang nampaknya akan cukup kuat juga untuk menghadapi siapapun. PKS, Nasdem, Golkar, PAN dan PPP akan menjadi koalisi kuat. Apalagi jika Demokrat ada di dalamnya.
Prabowo akan menjadi figur yang terasing karena hanya berharap berpasangan dengan Puan, artinya koalisi Gerindra dan PDIP. Oligarki tidak berada di pihaknya. Ketika ujungnya PDIP pun lari dan juga ikut “ngabobodo” maka tamatlah Prabowo.
Bagusnya Prabowo itu menjadi “king maker” saja daripada didorong menjadi “king” yang sebenarnya sedang “dipermak”.
Cerita pengkhianatan biasa berakhir dengan kesedihan dan kepahitan. Ini hanya sepenggal kisah dan analisa saja atas sikap manusia yang kebetulan bernama Prabowo. Tokoh yang dulu luar biasa bersemangat untuk timbul dan tenggelam bersama rakyat. Akan tetapi kini rupanya ia telah tenggelam bersama Jokowi.
Bravo, Prabowo. Eh no.. no, sorry.
Bandung, 24 Mei 2022
(SN)