Pak Ustadz, anda bukan Google
Gak semua pertanyaan bisa langsung anda dapatkan jawaban dan boleh semua anda jawab.
Google bisa seperti itu karena dia mesin, gak diminta pertanggungjawaban di akhirat, beda dengan anda.
Ada pertanyaan yang sering ditanyakan maka jika dijawab langsung gapapa.
Ada pertanyaan yang jarang ditanyakan, maka pastikan dengan murajaah (mengkaji) sebentar untuk menjawabnya.
Ada pertanyaan yang teorinya bisa dijawab tapi praktisnya harus konfirmasi dengan para ahli atau yang punya keterlibatan dengan pertanyaan baru bisa menjawabnya, maka pastikan konfirmasi dulu baru menjawabnya.
Ada pertanyaan yang memang bidang orang lain menjawabnya, maka gak perlu menjawabnya.
Ada pertanyaan sulit dan bukan level kita menjawabnya, dan hanya para ulama besar mutakhasis (spesialis) yang mampu menjawabnnya maka arahkan mereka pada ulama mutakhasis itu.
Jika anda jadi ustad gak mesti anda bisa jawab semua pertanyaan, dan gak usah malu atau gengsi mengatakan tidak tau atau saya harus murajaah (mengkaji) dulu untuk memastikan jawabannya atau sebaiknya ditanyakan pada ustad fulan beliau spesialis bidang ini, dll. Karena itu bentuk tanggungjawab ilmiyah.
Apalagi masalah agama, pertanggungjawabannya di akhirat berat coooy, memberi hukum yang salah karena gengsi dengan mengatasnamakan Tuhan.
Jangan bilang kalau ijtihad salah dapat 1 pahala, karena ijtihad itu butuh kemampuan dan butuh usaha. Jadi menjawab yang bukan keahliannya itu bukan ijtihad. Jadi model langsung jawab tanpa berusaha murajaah dulu untuk memastikan jawaban juga bukan ijtihad. Jadi kalau jawaban anda salah itu bukan kesalahan ijtihad, tapi karena anda melakukan pengkhianatan ilmiyah.
Syeikh Badi' Lahm, seorang ulama dan profesor dalam Ilmu Hadits, Dekan Fakultas Syari'ah, khalifahnya syeikh Nuruddin Itr dalam ilmu hadis. Suatu hari beliau didatangi satu orang untuk bertanya tentang masalah Fiqh, beliau menjawab "masalah fiqh? Saya gak bisa menjawabnya, itu bukan bidang saya, itu bidangnya para faqih, tanyalah sama mereka, jika pertanyaan tentang hadis saya akan berusaha menjawab semampu saya, karena bidang spesialisasi ilmiyah saya disitu". Padahal kita juga tau, kemampuan fiqh beliau juga gak kalah hebatnya, tapi itulah amanah ilmiyah. Tanggungjawab berat bro.
Imam Malik saja yang merupakan mujtahid mutlaq dari 40 pertanyaan yang diajukan, hanya 4 yang dijawab, selebihnya beliau mengatakan aku tidak tau.
Ketika penanya mengatakan "apa yang harus kukatakan pada kaumku?" beliau menjawab "bilang saja Malik tidak tau".
Itu amanah ilmiyah!!
Ya itu Imam Malik, apa sih yang kurang jika anda mengatakan "aku tidak tau" dan apa susahnya mengatakan "harus murajaah dulu'.
Para ulama besar saja melakukan hal itu. Karena mereka lagi bicara tentang hukum tuhan, yang harus dipertanggungjawabkan, karena itu gak boleh sembarangan mengatasnamakan tuhan.
πIni berlaku jika anda ustad beneran yang sudah melewati belajar agama dengan kurikulum yang diakui para ulama.
❌Kalau anda cuma pernah ikut pengajian umum lebih lagi, jangankan menjawab pertanyaan, seharusnya anda ketawa dan jelaskan kepada penanya bahwa dia bertanya pada orang yang salah.
Tapi memang begitulah manusia, dia paling takut mengatakan "tidak tau", jika tidak seperti itu maka FB akan sepi, dalam FB semua orang bebas mengkomentari para ahli, padahal dia jauh dari ilmu yang dia komen, tapi karena om Mark uda bertanya "apa yang anda pikirkan", dia merasa harus menjawabnya, gengsi donk gak tau apa jawabannya, padahal gak ada yang mempermasalahkan jika dia mengatakan "aku tidak tau" pada sesuatu yang bukan bidangnya. Semua orang akan memaklumi.
(Oleh: Fauzan Inzaghi)