Ketika Erdogan Melawan Sistem Riba’
Tahun 2000-2010, mata uang Lira Turki tergolong stabil. Pada waktu itu, 1 Lira Turki = 7000 hingga 8000 rupiah.
Dulu, jika turis dari Indonesia mau makan siang di salah satu gerai KFC di kota Istanbul, mesti merogoh kocek 150-200 ribu rupiah untuk paket 2 potong ayam, 1 kentang dan 1 Pepsi.
Bagaimana dengan sekarang?
Karena terjadi inflasi besar-besaran di Turki, nilai mata uang Lira semakin merosot.
Tahun 2008, 1 Lira = 8000 rupiah
Tahun 2022, 1 Lira = 950 rupiah
Hal ini jelas berimbas pada harga makanan disana. Saat rakyat Turki menjerit dengan harga sembako yang selangit, arus kedatangan turis dari Indonesia semakin meningkat. Bisa jadi WNI akan merasa harga makanan di Turki saat ini lebih murah daripada di Indonesia.
Lihat saja paket KFC di Turki. Harga paket paling mahal yang terdiri dari 4 potong ayam, 1 kentang dan 1 Pepsi hanya 69.99 Lira. Jika dirupiahkan sekitar Rp66.500. Makanya banyak agent travel yang menawarkan paket wisata ke Turki, nilai Lira lagi amblas begitu tentu membuat wisatawan dari Indonesia bisa menikmati liburan dengan suka cita.
Lalu kenapa nilai Lira bisa anjlok begitu? Karena Erdogan tak mau meningkatkan nilai suku bunga. Ia berkeyakinan dengan menggenjot ekspor, nilai Lira akan pulih kembali. Tapi balik lagi ke realita. Selama ini Turki memiliki ketergantungan yang sangat tinggi dengan produk impor. Ladang tomat perlu diberi pupuk, ibu-ibu memasak dengan gas. Dua produk itu hingga sekarang harus didapatkan dengan cara mengimpor dari luar negeri.
Apakah Erdogan akan terpilih kembali dalam Pemilihan Presiden tahun 2023 nanti? Sepertinya sulit, karena rakyat yang dulu mendukungnya, kini sudah banyak yang ikut menjerit. Sementara itu, rival politik Erdogan makin gencar memanas-manasi rakyat dengan jargon manis akan sistem sekularisme.
“Apa gue bilang, Erdogan dengan politik berhaluan Islam nya hanya bikin rakyat sengsara. Masih enak Turki sekuler tho?"
Begitulah kira-kira agitasi partai berhaluan sekuler di Turki yang merupakan warisan rezim Kemal Pasha Attaturk.
Melawan sistem kapitalis bukanlah hal yang mudah. Jika Erdogan sedari dulu mau menaikkan tingkat suku bunga, nilai mata uang Lira gak akan terpuruk seperti sekarang. Namun faktanya, Presiden Turki itu tetap berprinsip bahwa riba’ adalah dosa besar.
Disatu sisi gue salut dengan prinsip Erdogan. Ia hanya ingin menerapkan sistem ekonomi Islam. Namun rakyat Turki tampaknya sudah habis kesabaran. Kebijakan Erdogan yang melawan Goliath kapitalisme global belum juga membuahkan hasil nyata. Angka kemiskinan dan pengangguran meningkat, Lira terus terpuruk, sentimen bearish masih terus berlanjut.
(Oleh: Ruby Kay)