[PORTAL-ISLAM.ID] Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa tahapan Pemilu 2024 akan dimulai pada pertengahan 2022. Dia pun meminta jajaran menteri dan para kepala lembaga negara untuk fokus bekerja sesuai tugas masing-masing.
Jokowi menegaskan bahwa Pemilu 2024 dilaksanakan sesuai jadwal yang disepakati pemerintah dan DPR yakni, 14 Februari. Bagi para menteri yang akan maju pada Pilpres mendatang waktu tinggal sekitar 22 bulan adalah waktu yang pendek untuk melakukan persiapan.
Peringatan dan permintaan agar para menteri tetap bekerja fokus sesuai tugasnya tidak akan berjalan efektif. Para menteri sudah sampai pada pertimbangan politik bahwa masa depan sudah tidak tergantung lagi dengan Presiden.
Terdengar isu di media sosial bahwa para menteri selain menteri investasi dan yang terkait dengan pembangunan infrastruktur tak lebih hanya menteri aksesoris. Jadi sangat wajar ketika Mengkopulhukam Mahfud MD bicara bahwa kedepan kita perlu strong leadership, sama saja dia bilang yg ada sekarang ini lemah.
Kita kutip selengkapnya keluhan bernuansa kegalauan Mahfud MD : Sebuh video yang memperlihatkan Menko Polhukam RI Mahfud MD berbicara soal pemimpin di 2024 yang menurutnya harus bisa menyatukan bangsa, viral di media sosial. Viral usai diunggah pengguna Twitter BossTemlen, seperti dilihat pada Selasa 26 April 2022.
Mendagri didalam tata cara penunjukan penjabat dari ASN, dalam kebingungan sekalipun terus berdalih semua telah sesuai dengan standar demokrasi. Penunjukan pejabat seharusnya dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP), sesuai saran pertimbangan di dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Jika PP belum jadi, sementara waktu sekda bisa diangkat sebagai pelaksana harian kepala daerah.
“Materi muatan PP antara lain memastikan pengisian penjabat mengedepankan prinsip demokrasi, transparansi dalam birokrasi, kompetensi dan kondisionalitas daerah”.
Menpan tidak semudah membalik telapak tangan untuk memindah ASN ke IKN. Menteri BUMN terkesan sudah berjalan tidak perlu lagi arahan Presiden. Menkeu dalam beban kerja yang sangat berat khususnya terkait dengan utang negara.
Kabinet terkesan sudah lepas dari kendali presiden, kebingungan dalam bekerja seperti sudah tidak ada panduan kerja yang terarah. Masyarakat memberi stigma kabinet saat ini bekerja dengan suka suka.
Kalau terlalu dramatis kabinet ngotong royong dibilang sudah pecah kongsi, tidak bisa dinafikan mereka bekerja asal asalan. Presiden sendiri memiliki agenda bagaimana cara menyelamatkan diri berakhir dari pada jabatannya dengan aman dan Istiqomah. Sehingga dalam mengendalikan kabinetnya sudah terpecah fokusnya.
Oligarki adalah dunia lain yang terus sibuk dan ribut dengan agendanya agat tetap bisa eksis menguasai kendali negara dan terus merancang agar Pilpres 2024 tetap dalam skenario dan kendalinnya. Oligarki telah sukses mengunci Pilpres 2024 dengan Presidential Threshold 20 %. Target dan sasaranya bisa melahirkan Presiden yang tetap bisa dikendalikan.
Pemilu serentak baik Pilpres 2024 dan atau pemilihan Gubernur / Bupati dan Walikota sesungguhnya saat ini sudah selesai siapa yang akan menjadi pejabat boneka selanjutnya. Situasi, kondisi dan peta politik saat ini sudah sangat menghawatirkan bukan saja kabinet pecah, negara juga terancam terpecah belah.
Koalisi partai gemuk di dalam kabinet pasti pecah. Sekokoh apa pun koalisi yang dibangun, diperkuat dengan penandatanganan kontrak politik antar elite politik, bila hanya didasari kepentingan strategis mereka yang berkoalisi tanpa didukung oleh ideologi dan program kabinet yang solid, akan hancur saat kepentingan politik yang mereka perjuangkan mulai tampak berbeda.
Semua partai akan bergerak sesuai kepentingannya masing-masing. Partai besar pasti akan berjuang sekuat tenaga mengantarkan Capresnya untuk bisa menang pada Pilpres mendatang. Partai kecil tidak akan tinggal diam memanfaatkan keuntungan politiknya. Bisa berjuang dengan jualan lapak kepada para Capres atau berlindung ke Oligarki agar bisa ikut mendapatkan pundi pundi keuntungan politik finansialnya.
Para menteri dan partai politik saat ini sudah membaca dan merasakan kabinet akan dan sudah pecah, harus mencari scoci terbaik untuk menyelamatkan diri masing masing.
Kondisi ini sudah cukup waktu terbaca juga oleh para mahasiswa dan para aktifis pergerakan perubahan untuk menyelamatkan Indonesia. Jalan keluarnya hanya People Power atau Revolusi. Eskalasi yang makin membesar kita yakini sudah terbaca oleh intelijen negara.
Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)