[PORTAL-ISLAM.ID] KATANYA sih ada perang antara Mega dan Jokowi. Menurut saya tidak sama sekali. Kenapa? Ada banyak hal secara logic dan fakta/data.
Pertama, PDIP sebagai partai pemenang tahun 2019, sekarang menjadi satu-satunya partai yang tanpa koalisi bisa mencalonkan presiden.
Kedua, Megawati sebagai Ketua Umum PDIP punya otoritas penuh diberikan oleh kongres partainya menentukan/memutuskan calon presiden 2024 tanpa prosedur kepartaian.
Ketiga, Jokowi walaupun sudah dua periode menjadi presiden masih tetap sebagai petugas partai tanpa diberikan jabatan apapun di struktural PDIP. Padahal, Jokowi sudah melanggar janjinya “membiarkan” menteri yang diangkatnya merangkap jabatan di partai, bahkan ada menjadi ketua umum partai. Seperti Airlangga dan Prabowo.
Setidak-tidaknya sinyal bahwa Jokowi dari awal sudah “ingin” merangkap pula jadi pengurus PDIP, setidak-tidak di dewan Pembina.
“Keinginan” kuat Jokowi untuk diberi jabatan di partainya. Tetapi sampai mendekat akhir jabatan harapan tak terkabul. Walaupun Jokowi sudah “bergenit-genit” seakan ada beberapa partai yang akan merekrutnya.
Salah satunya partai anak muda PSI. Sekarang menurut survei PSI malah semakin menciut. Ulah pengurusnya sendiri. Kenapa Jokowi tidak diberi jabatan apapun di pengurus PDIP? Hanya Megawati dan elite partai PDIP yang bisa menjawab. Saya bisa memperkirakan penyebabnya hanya satu saja. Jangan sampai trah Soekarno hilang.
Keempat, partai di Senayan selain PDIP tidak akan pernah berani merekrut Jokowi menjadi pengurus, karena prosedur di internal partai. Mereka juga sepenuhnya menyadari jika Jokowi tidaklah lagi menjadi presiden, kekuasaannya hilang lenyap. Beda banget dengan SBY “pemilik” partai Demokrat.
Kelima, oligarki pengusaha akan beralih cepat alias balik badan sesuai dengan “kebiasaan” mereka akan berlabuh pada rezim kuasa lain, di mana mereka bisa mendapat keuntungan setidaknya usaha mereka bisa terlindungi. Bahkan pada akhirnya mereka akan menghindar dari Jokowi.
Keenam, kondisi sekarang kepercayaan rakyat anjlok terhadap Jokowi. Dasarnya hasil survei. Akan anjlok lagi, karena krisis ekonomi semakin parah. Dampak Ukraina vs Rusia, kuartal ketiga akan sangat berasa.
Sementara, rezim Jokowi tidak bisa berbuat apapun, malah masih “asyik masyuk” dengan proyek IKN. Tidak punya nilai tambah buat kesejahteraan rakyat, malah jadi beban.
Ketujuh, sebagian menterinya sedang asyik “mempercantik diri” untuk menjadi kontestan Pilpres, sebagian lagi akan cari selamat atau malah diam sehingga kinerja pemerintah dua tahun kedepan akan stagnan bahkan anjlok.
Dari beberapa fakta tersebut analisa saya. Jokowi hanya “halu” seakan-akan masih besar. Merasa bahwa relawannya Jokowi (Projo) bisa menandingi partainya. Relawan bukan kekuatan riil, tidak ada garis yang mengikat, masing-masing mereka akan mencari selamat, tempat lindung baru.
Jokowi tidak akan bisa melakukan negosiasi apapun terhadap pilihannya. Ganjar yang sebentar lagi habis masa jabatannya. Prestasinya di Jateng hanya menjadi provinsi dengan rakyat termiskin. Jokowi bukan SBY, presiden keenam yang memiliki partai. Jokowi hanya petugas partai. Sebentar lagi akan ditinggalkan rame-rame.
Kenapa halu? Karena dulu 2013 rekayasa oligarki dengan memanfaatkan relawan dan tokoh media berhasil "memaksa" Megawati mengurungkan niatnya menjadi capres. Megawati akan kalah, begitu tekanan oligarki. Megawati mengalah menerima Jokowi sebagai capres.
Itu dulu. Sekarang diyakini Megawati tidak lagi akan mengalah. Alasannya tujuh faktor diatas. Sekarang waktunya trah Soekarno harus muncul, jika tidak selamanya akan lewat. Megawati dipastikan tidak akan mengalah lagi.
Jadi jika Jokowi akan memanfaatkan “relawannya” untuk menekan atau melawan “berperang”. Itulah halunya Jokowi. Artinya zonk tanpa “kekuasaan nyata” penekan. Hanya teriakan buzzerRp yang berdengung.
Golkar akan mencalonkan Ganjar? Itupun tidak mungkin karena Golkar sejarahnya adalah partai yang tidak akan pernah akan menjadi oposan. Konon sekarang juga tidak solid ada beberapa faksi. Mereka pada akhirnya akan bergabung untuk mendapatkan jatah menteri.
Koalisi Bersatu Golkar, PPP, PAN sekadar menaikkan nilai nego, baik internal partai maupun untuk kerjasama dengan partai pemenang. Lagian PAN sudah pecah jadi tiga. Partai Ummat, dan Partai Pelita.
Memang lucu sistem Pemilu. Ke depan ada koalisi partai yang anggota koalisinya pada Pileg 2024 tersingkir dari Senayan. Di antaranya PAN yang sudah tercerai berai jadi tiga. PPP juga.
Dari semua survei yang sudah berulang-ulang dan banyak. Hasilnya tetap sama PPP 2024 akan tersingkir dari Senayan. Tersandung dengan parlementiary threshold. Nah lho, partai pendukung Presiden, malah sudah tidak lagi di DPR-RI. Sangat lucu bukan.
OLEH: SYAFRIL SJOFYAN - Pemerhati kebijakan publik, Sekjen FKP2B, aktivis Pergerakan 77/78