Uang Wilmar Group mengalir ke Persis Solo, klub sepak bola milik putra bungsu Presiden Jokowi yakni, Kaesang Pangarep. Kaesang menjadi salah satu pemilik klub yang pada 2021 berlaga pada Liga 2 dan menghabiskan musim sebagai kampiun hingga promosi ke Liga 1 tahun 2022 ini.
Selama menjalani musim di Liga 2 terlihat jelas logo Wilmar terpampang di bagian depan sudut kanan atas jersey Persis Solo. Terlihat pula logo besar Freefire, Gurih serta Aladin, sedangkan bagian belakang terdapat logo Vidio, ID Express dan logo lainnya yang bukan perusahaan Kaesang.
Soal sponsorship ini, Kaesang selaku Dirut Persis Solo, mengakui kerja sama dengan Wilmar selama menjalani musim Liga 2. Namun dia menegaskan kerja sama dilaksanakan secara profesional untuk mengembangkan sepak bola.
“Persis memiliki tanggung jawab moral yang berasal bukan hanya dari penggemar sepak bola, tetapi juga masyarakat Solo secara keseluruhan,” ujar Kaesang, menyatakan pemutusan kontrak kerja sama dengan Wilmar melalui rilis resmi yang ditampilkan dalam laman resmi Persis Solo, Kamis (21/4/2022).
Kasus Mafia Minyak Goreng
Wilmar Group menjadi sorotan karena Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor menjadi salah satu tersangka perkara mafia minyak goreng yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). PT Wilmar Nabati Indonesia anak usaha Wilmar Group melalui tersangka Master Parulian Tumanggor diduga kongkalikong dengan Dirjen Daglu Kemenag, Indrasari Wisnu Wardhana, agar menerima fasilitas ekspor CPO.
Selain keduanya, Kejagung turut menersangkakan Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup, dan Pierre Togar Sitanggung dengan kapasitas General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas. Kaesang memahami kasus tersebut dan memilih untuk memutuskan kontrak.
“Hubungan kedua belah pihak berlandaskan asas profesionalisme yang tidak ikut campur/terlibat dalam sistem kerja/manajerial perusahaan masing-masing, kecuali dalam konteks lingkup kerja sama sebagai sponsorship Persis di Liga 2,” ungkap Kaesang.
Wilmar, Musim Mas, dan Permata Hijau yang petingginya menjadi pesakitan di Kejagung diduga menikmati bisnis sawit nasional bahkan menerima subsidi melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS), di mana Indrasari Wisnu Wardhana duduk sebagai Dewan Pengawas. ICW menilai Wisnu merupakan sosok bermasalah karena namanya disebut-sebut dalam perkara suap pengurusan kuota dan izin bawang putih tahun 2019 dan kasus dugaan suap kuota impor ikan di Perum Perindo.
Peneliti ICW Almas Sjafrina menyebutkan, Wilmar, Musim Mas dan Permata Hijau tidak memenuhi syarat menjadi pemain CPO, namun sejak 2015 sembilan perusahaan yang terafiliasi dengan ketiga grup itu menerima insentif BPDPKS lebih dari Rp 66,4 triliun yang ditunjuk Kemendag. Atas dasar ini muncul desakan agar Kejagung menjerat ketiga korporasi itu sebagai tersangka.
“Jadi seharusnya Kejagung tidak hanya fokus siapa yang melakukan komunikasi dengan Dirjen Daglu atau mengurus perizinan, tetapi siapa yang berkepentingan dan diuntungkan dari tindakan tersebut,” ungkap Almas.
Almas menyebutkan, dari praktik kongkalikong ini sudah terlihat secara gamblang korporasi mendapat keuntungan besar secara tidak sah. Apalagi mereka sudah beroperasi sebelum Kemendag menerapkan kebijakan DMO 20% dari volume ekspor untuk kebutuhan dalam negeri.
Potensi Dipetieskan
Almas tidak menampik adanya potensi perkara ini hanya mentok pada empat tersangka individu melihat adanya korporasi besar yang bisa jadi memiliki hubungan istimewa dengan pemerintah. Menurut dia, penegak hukum biasanya loyo jika dihadapkan dalam situasi seperti itu.
“Makanya kita perlu dorong Kejagung melakukan itu, terlebih Kejagung sendiri yang menyebut perbuatan tersebut berdampak besar dan setiap lembaga diminta untuk mengedepankan sense of crisis,” kata dia.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai, penersangkaan korporasi merupakan indikator kinerja Kejagung tidak masuk angin dalam menangani perkara mafia minyak goreng ini. Uchok mengakui tingginya bobot politik yang dihadapi jaksa menangani perkara ini namun masih berharap bisa diusut tuntas.
Uchok menyinggung, selain terang-terangan Wilmar mensponsori Persis Solo milik Kaesang, belum lama ini publik dikagetkan oleh beredarnya foto Menko Marves Luhut B Pandjaitan dengan tersangka Master Parulian. Kedua peristiwa itu menandakan adanya muatan politik dalam kasus ini.
“Saya khawatir tidak ada kejutan dalam kasus ini. Malahan saya bingung apakah nantinya Jaksa Agung apa menteri yang diganti,” selorohnya.
Menurut Uchok, jika Kejagung berani menersangkakan korporasi maka terbuka kesempatan aset-aset milik korporasi tersebut dirampas untuk negara. “Harus ada efek jera, mereka dimiskinkan. Jangan lupa ada rakyat yang mati akibat kelangkaan minyak goreng.”
Kapuspenkum Kejagung Made Sumedana tidak mau berbicara banyak mengenai perkara ini. Dia meminta masyarakat untuk bersabar dan memberi kesempatan bagi penyidik untuk bekerja.
Sedangkan Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah, menyebutkan penyidik masih fokus untuk memeriksa 88 perusahaan eksportir CPO. Jampidsus juga menekankan fokus penyidik sekarang ini menelusuri pemberian izin ekspor.
“Itu ada 88 perusahaan yang ekspor, semua itu kita cek benar enggak ekspor,” kata dia.
(Sumber: Inilah)