LIPUTAN TEMPO:
Agenda "Jokowi 3 periode" bisa menyusup lewat pembahasan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Peluang itu terbuka karena MPR masih mempertahankan opsi pengesahan PPHN lewat amendemen UUD 1945.
Sejumlah partai yang sebelumnya menolak amendemen pun tetap melanjutkan upaya menghidupkan kembali haluan pembangunan negara seperti yang berlaku di era Orde Baru itu.
Upaya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menghidupkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) tetap membuka ruang masuknya agenda susupan perpanjangan masa jabatan presiden maupun Jokowi tiga periode. Sebab, langkah menghidupkan PPHN itu masih mengusulkan tiga opsi, yaitu lewat amendemen UUD 1945, ketetapan MPR, dan undang-undang. Opsi amendemen itu bisa menjadi pintu masuk agenda presiden tiga periode.
Ketua Badan Pengkajian MPR, Djarot Saiful Hidayat, mengatakan, dalam dua kali forum diskusi, Tim Perumus Badan Pengkajian MPR memang masih membahas ketiga opsi tersebut. Tapi, dalam diskusi kedua pada Rabu lalu, tim perumus cenderung memilih opsi undang-undang.
Djarot mengatakan pilihan perwakilan fraksi-fraksi di tim perumus itu tak lepas dari maraknya penolakan terhadap amendemen UUD 1945, yang rentan disusupi agenda perpanjangan masa jabatan presiden maupun presiden tiga periode.
Meski begitu, kata Djarot, opsi amendemen konstitusi tetap berpeluang menjadi pilihan MPR. Sebab, hasil kajian tim perumus nantinya bersifat rekomendasi dari ketiga alternatif pilihan tersebut. Keputusan akhir tetap bergantung pada pimpinan MPR.
“Badan Pengkajian hanya memberikan kajian secara mendalam. Keputusan tetap pada pimpinan MPR dan rapat gabungan fraksi-fraksi,” kata Djarot, Kamis, 31 Maret 2022.
Rapat Maraton
Sejak selesai reses pada pertengahan Maret lalu, Tim Perumus Badan Pengkajian MPR menggelar rapat maraton membahas kajian PPHN. Mereka sudah dua kali menggelar rapat tertutup di kawasan Cibubur, Jakarta Timur, dan di Bogor, Jawa Barat, dalam dua pekan terakhir.
Seorang narasumber Tempo yang mengetahui ihwal rapat itu mengakui bahwa opsi amendemen masih diusulkan oleh sebagian kecil anggota tim perumus. Bahkan ada usul untuk mengubah ayat tertentu dalam UUD 1945. “Tapi dinyatakan usulan pribadi, bukan fraksinya,” kata legislator itu.
Rapat khusus PPHN itu mengundang tanya karena tetap digelar meski beberapa fraksi di MPR menyatakan menghentikan sementara pembahasan amendemen UUD 1945, di antaranya Fraksi PDIP. Wakil Ketua MPR dari PDIP, Ahmad Basarah, mengatakan fraksinya mengusulkan pembahasan amendemen UUD 1945 dihentikan sementara hingga setelah Pemilu 2024.
“Melihat dinamika politik yang berkembang saat ini, sebaiknya rencana amendemen terbatas UUD tidak dilaksanakan pada periode 2019-2024,” kata Basarah, 17 Maret lalu.
Sikap Fraksi PDIP itu mendapat persetujuan dari beberapa fraksi lainnya, seperti PPP, PKS, Demokrat, dan NasDem.
Namun sikap itu berbeda dengan fakta bahwa Tim Perumus Badan Pengkajian—yang beranggotakan semua unsur fraksi di MPR—tetap melanjutkan pembahasan PPHN.
Padahal pembahasan tersebut memuat tiga alternatif menghidupkan PPHN, termasuk lewat amendemen konstitusi.
Djarot beralasan sikap partainya menolak amendemen UUD 1945 tak bisa diartikan bahwa mereka juga menolak PPHN. “Substansi dari PPHN itu tetap. Penting dan perlu,” kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Berbeda dengan PDIP, NasDem justru memilih tidak mengirim perwakilan fraksinya ke tim perumus PPHN hingga kemarin.
Ketua Fraksi NasDem di MPR, Taufik Basari, mengatakan sikap itu sengaja ditempuh untuk menunjukkan penolakan fraksinya terhadap rencana amendemen konstitusi.
“Karena Partai NasDem telah bersikap agar rencana amendemen, termasuk amendemen untuk PPHN, ditunda,” kata Taufik, kemarin.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang ikut dalam tim perumus, Tamsil Linrung, mengakui ketiga opsi itu memang terbuka, meski sebagian besar anggota tim perumus—dari 17 anggota tim—menghendaki opsi undang-undang.
Anggota Tim Perumus Badan Pengkajian dari PPP, Syaifullah Tamliha, juga menguatkan pernyataan Tamsil itu. Ia mengakui ketiga opsi menghidupkan PPHN itu masih berpeluang menjadi pilihan MPR nantinya walau mayoritas anggota tim perumus memilih alternatif undang-undang.
Tamliha mengatakan diskusi tim perumus masih akan berlanjut hingga empat sampai lima kali pertemuan lagi. Dalam diskusi berikutnya, tim perumus pasti masih akan membahas ketiga alternatif untuk menghidupkan PPHN tersebut. “Kami masih membuka ruang untuk kajian-kajian,” kata Tamliha.
Pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada, Richo Andi Wibowo, mengatakan publik perlu mewaspadai aneka kemungkinan sikap elite partai politik dalam pembahasan PPHN, termasuk urusan amendemen UUD 1945 untuk menyusupkan agenda perpanjangan masa jabatan presiden.
Apalagi, kata dia, merujuk pada kajian Kofi Annan Foundation, perpanjangan masa jabatan presiden lebih dari dua kali kerap didasarkan pada popularitas presiden yang tengah menjabat.
“Semua yang awalnya tidak dibayangkan tetap perlu diwaspadai untuk memastikan keberlangsungan demokrasi,” kata Richo.
(Sumber: Koran Tempo 01-04-2022)