[PORTAL-ISLAM.ID] JIKA bicara tentang tokoh atau pemimpin pada tingkat apapun–teringat nasihat orang bijak–lepaskan kekaguman berlebih atasnya. Dengan begitu, kita bisa melihatnya secara obyektif. Tidak terpelanting terjebak pada kultus, yang itu bisa membutakan mata dus hati.
Sebenarnya itu bukanlah hal sulit, jika berpedoman melihat pemimpin dengan apa adanya. Cukup melihat sisi manusiawi yang tampak, yang semua mata bisa melihatnya. Bisa merasakan kehadirannya. Maka akan muncul kekaguman sewajarnya.
Decak kagum berlebihan tidaklah perlu dimunculkan, agar nalar tidak terbunuh untuk bersikap obyektif. Cukup mengapresiasi wacana kebaikan yang dihadirkan, juga yang dilakukan layaknya seorang pemimpin. Dengan narasi lain, mengapresiasi tidak sekadar apa yang diucapkan, tapi juga apa yang dikerjakan.
Pemimpin yang baik, tidak sekadar berbicara dengan retorika memukau. Lebih dari itu dituntut, bahwa apa yang diucap mestilah jadi pedoman untuk dikerjakan. Tidak pula sekadar pandai berjanji, tapi lebih dari itu, mampu menepati janji-janjinya. Pada pemimpin yang demikian, apresiasi patut dihadirkan.
Anies Baswedan muncul sebagai pemimpin, yang jika berbicara memukau pendengarnya. Anies tidak sekadar pandai berbicara, tetapi lebih dari itu, ia mampu mengeksekusi apa saja yang menjadi janjinya. Dan itu untuk kebahagiaan warganya.
Anies bisa menjelaskan rencana yang akan dibuat, dan lebih-lebih apa yang sudah dibuatnya, dengan penjelasan yang runtut dan detail. Dalam soal ini, Anies tak kalah dengan Pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden RI ke-6, yang jika berbicara memang memukau. Kelebihan Anies, itu tidak _jaim_ alias jaga imej. Kalau perlu melucu ya Anies melucu. Itu yang tak dipunyai SBY, yang lebih terkesan formal.
Melihat penjelasan Anies yang runtut itu, tidak salah jika banyak orang terkagum dan muncul perkataan, “Sepertinya Pak Anies itu tahu semuanya”. Anies tentu tidak tahu semuanya, apalagi bisa mengerjakan semua yang disampaikannya. Tapi Anies terlibat dari saat gagasan sesuatu itu muncul, lalu perencanaan dan pengerjaannya. Anies mengupayakan kerja kolaborasi, dan itu melibatkan semua pihak. Bisa jadi itu kelebihannya.
Maka, jika anda ke Jakarta akan banyak menemukan lampu abjad yang cukup besar bertengger di taman-taman dan tempat strategis lainnya, yang bisa dibaca, Jakarta Kota Kolaborasi. Seolah Anies ingin menyampaikan tersurat, bahwa Jakarta dibangun bukan oleh Gubernur seorang, tapi melibatkan jajarannya dan warga masyarakat. Bukan klaim sepihak, khas pemimpin pansos. Anies tentu sebagai komandan yang terlibat dan bertanggung jawab atas semuanya.
Terus Berhias
Lagu ‘Lenggang Jakarta’, karya Harry Sabar, 1987. Dibawakan penyanyi dengan sebutan Mutiara dari Selatan, Andi Meriem Matalatta. Berkisah Jakarta tiga puluh lima tahun lalu, dengan penuh kebanggan, yang syairnya diawali dengan: Lenggang lenggok Jakarta…
Syair lagu penuh keriangan. Dianggap sebagai lagu promosi untuk kota Jakarta.
Tentu tidak bisa diperbandingkan dengan Jakarta saat ini yang terus bersolek.
Jakarta saat ini, ibarat gadis cantik yang tak henti bersolek. Sepertinya terus ada yang baru di Jakarta. Teranyar Jembatan Penyeberangan Orang dan Sepeda (JPOS) Phinisi Karet Sudirman. Jembatan Penyeberangan yang pada bagian tengahnya menyerupai kapal phinisi. Tidak sekadar Jembatan Penyeberangan, tapi unsur seni dan keindahan tetap dihadirkan. Instagramable banget.
Anies juga banyak melakukan revitalisasi Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), pun JPO baru dibangunnya. Tidak sekadar jembatan penyeberangan, tapi tetap mengundang unsur keindahan dengan paduan lampu LED warna-warni, mencipta keindahan tersendiri. Anies dan tentu team nya punya sense of art yang baik, menghadirkan Jakarta eksotik berkelas.
Karya-karya Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta, meski belum genap lima tahun, bisa disebut spektakular. Meski beberapa gagasan memang dimunculkan Gubernur sebelumnya, yang tak sempat dikerjakan dengan pertimbangan tertentu. Anies hadir menuntaskan pekerjaan tertunda itu. Hasilnya bahkan melampaui ekpektasi dari gagasan awalnya. Sebut saja, hadirnya sebuah stadion sepak bola untuk klub Persija Jakarta, yang merupakan gagasan dari Gubernur Sutiyoso. Tidak dilanjutkan pengggantinya, baik Fauzi Bowo, Joko Widodo, dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Anies yang mengeksekusinya. Jadilah stadion bertaraf internasional, yang dinamakan Jakarta International Stadium (JIS).
Penantian panjang hadirnya stadion, itu seolah janji tinggal janji, selama lebih kurang 12 tahun. Pak Sutiyoso terkagum. Ucapan terima kasih pada Anies muncul dari mulutnya. Rencana yang digagasnya belum terlaksana, itu dilunasi Anies secara kontan. Dalam sebuah wawancara, Sutiyoso tak segan mengakui, kerja Anies itu kerja serba terukur. Pengakuan jujur seorang senior, yang membangun Jakarta juga dengan serius. Transjakarta setidaknya, itu karya Sutiyoso. Anies yang melengkapi sarana dan prasarananya, dan tentu banyak kuridor baru dibangunnya.
Anies tidak berhenti di situ saja, tapi membangun sarana transportasi terintegrasi, baik rute, manajemen, dan pembayaran, yang dikenal dengan Jak Lingko. Inilah sarana terintegrasi antara bis besar, sedang, kecil, dan transportasi berbasis rel (MRT dan LRT). Jak Lingko hadir sebagai sarana transportasi alternatif bagi warga Jakarta untuk berhemat.
Semua dihadirkan untuk mempermudah warga DKI Jakarta. Tentu menghadirkannya, itu bukan perkara mudah. Bukan pekerjaan mudah. Tapi itu bisa dikerjakan oleh pemimpin yang selalu memulai semuanya dengan gagasan, narasi dan eksekusi (kerja). Seperti itulah pola kerja Anies. Dan, memang keren.
Ady Amar, Kolumnis