[PORTAL-ISLAM.ID] Fraksi PKS DPR RI menolak wacana kenaikan harga Pertalite dan LPG 3 kilogram. Alasannya karena kedua bahan bakar tersebut merupakan kebutuhan dasar masyarakat.
Sehingga bila harganya naik dikhawatirkan menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat.
“Karena itu kami minta pemerintah dalam hal ini Menko Marves dan Menko Perekonomian menghentikan wacana kenaikan harga Pertalite dan LPG 3 kilogram ini. Kenaikan harga kedua komoditas energi ini akan membuat masyarakat kolaps,” tegas Wakil Ketua FPKS DPR RI, Dr. Mulyanto, Senin 11 April 2022.
Mulyanto menambahkan saat ini beban hidup masyarakat sudah sangat berat. Pandemi Covid-19 belum berakhir, ekonomi belum pulih dan daya beli masih lemah.
“Ditambah lagi harga-harga barang kebutuhan pokok, seperti minyak goreng, gula, daging sapi, kedelai sudah merambat naik,” ujar Mulyanto.
Sementara, kata Mulyanto, penghasilan masyarakat tidak meningkat. Perusahaan tidak ada yang berani menaikan gaji dan tunjangan karyawan. Sehingga gap antara penghasilan dan pengeluaran masyarakat sangat jauh.
Karena itu pemerintah sebaiknya meninjau ulang rencana kenaikan Pertalite dan LPG 3 kilogram ini.
“Pertalite dan LPG 3 kilogram adalah sumber energi yang digunakan secara luas oleh masyarakat kelas menengah dan bawah, lebih dari 80 persen pengguna. Kenaikan harga Pertalite dan LPG 3 kilogram, yang diperkirakan diikuti dengan kenaikan harga transportasi dan barang-barang lainnya, akan memicu inflasi yang semakin tinggi. Ini tentu akan semakin menggerus daya beli masyarakat,” jelas Mulyanto.
Pada tahun 2019, rata-rata kemampuan membeli bensin masyarakat Indonesia dari pendapatan bulanan yang mereka terima hanya sebesar 276 liter per bulan.
Masih di bawah Sri Lanka, dimana rata-rata penghasilan masyarakatnya mampu membeli bensin sebanyak 278 liter per bulan.
Sementara masyarakat Malaysia mampu membeli bensin sebanyak 1.707 liter per bulan. Dan masyarakat Korea Selatan mampu membeli bensin rata-rata sebesar 1.908 liter per bulan.
Di atas adalah data sebelum pandemi Covid-19. Rata-rata penghasilan masyarakat diperkirakan menurun seiring dengan penurunan GDP per kapita.
“Fakta politik internasional kita lihat, bahwa kenaikan harga migas dunia telah mendorong Sri Lanka jatuh pada krisis ekonomi dan politik. Bahkan mereka terancam pada krisis pangan dan kelaparan. Kita tentu tidak ingin hal-hal seperti ini terjadi di Indonesia,” tegas Mulyanto.
Pemerintah, kata Mulyanto, sebagai shock breaker (peredam) berbagai kejutan ekonomi-politik harus mampu menyeimbangkan antara musibah dan berkah dari kenaikan harga migas dunia.
“Karena selain menuai musibah, ternyata kenaikan harga migas dunia membawa berkah bagi kita berupa: pertama ikut melejitnya harga CPO, batubara, tembaga, nikel dan lainnya. Bahkan hitungan kasarnya, penerimaan negara dari ekspor komoditas ini jauh melebihi defisit transaksi berjalan dari sektor migas,” jelas politisi yang akrab disapa Pak Mul ini.[FIN]