Anies Baswedan: Barack Obama Versi Indonesia
Oleh: Asyari Usman (Jurnalis, Pemerhati Sosial-Politik)
Kalau Anies Baswedan akhirnya masuk ke Istana lewat pilpres 2024, banyak orang yang mungkin terkenang dengan gebrakan Barack Obama masuk ke Gedung Putih pada pilpres 4 November 2008. Obama menggoreskan sejarah penting dalam perpolitikan Amerika Serikat (AS).
Obama menjadi orang kulit hitam pertama yang menduduki kursi presiden. Memecahkan ketabuan yang berlangsung lebih dari 200 tahun sejarah kepresidenan AS.
“Yes, we can,” adalah slogan kampanye Obama yang sangat kuat menghunjam nurani rakyat Amerika. Slogan ini menghimpun warga kulit putih dan kulit hitam ke dalam ikatan emosinal yang kemudian melenyapkan konvensi “presiden hanya kulit putih”.
Di Indonesia, besar kemungkinan konvensi “presiden hanya orang Jawa” juga akan mengalami perubahan. Anies Baswedan kemungkinan besar akan memerankan “Obama versi Indonesia” pada pilpres 2024. Akan terpilih sebagai presiden non-Jawa pertama.
Indonesia pernah punya presiden non-Jawa, yaitu almarhum BJ Habibie. Tetapi beliau duduk di kursi presiden pada 1998 karena Presiden Suharto mengundurkan diri. Habibie menjadi presiden ketiga, menggantikan Pak Harto tanpa pilpres langsung.
Sejauh ini, sejumlah faktor pendukung untuk merevisi konvensi “presiden hanya orang Jawa” itu ada pada diri Anies. Antara lain, dia tidak akan mengubah konvensi itu secara drastis. Dalam arti, Anies tetap bisa disebut sebagai “orang Jawa” dari beberapa aspek. Misalnya, kejawaannya cukup kental. Dia lahir di Jawa, dibesarkan di tengah lingkungan Jawa tulen. Anies memahami adat-istiadat Jawa.
Kakek dan ayah Anies lahir di Jawa. Kakek beliau, Abdurrahman Baswedan, kelahiran Surabaya. Dianugerahi gelar Pahlawan Nasional paa 2018. Ia ikut berjuang merebut kemerdekaan bersama tokoh-tokoh pendiri bangsa lainnya. Ayah Anies, yaitu Rasyid Baswedan, malah bermukim di tanah terbaik urusan Jawa, yaitu Jogjakarta.
Jadi, kalau Anies Baswedan bakal mengamandemen konvensi “presiden hanya orang Jawa”, sesungguhnya bukanlah perubahan yang serius. Sebagai contoh, bahasa ibu (mother tongue) Anies itu bahasa Jawa. Begitu juga makanan sehari-hari dan tatakrama serta kultur pergaulannya, sangat Jawa.
Aspek kejawaan yang agak minus di dalam diri Anies adalah nama dan silsilah beliau yang terkoneksi ke Tanah Arab. Kalau darah yang mengalir di badannya seratus persen darah yang sel-selnya terbentuk dari ‘gudheg’, ‘gethuk’, ‘pecal’, dlsb.
Cuma, bagi banyak orang Indonesia, Anies tampaknya dianggap bukan orang Jawa. Nah, di sinilah kita mulai pembahasan Anies sebagai Obama versi Indonesia. Dalam makna, sekiranya silsilah Anies itu diperkirakan akan menghambat beliau masuk ke Istana, itu berarti slogan “Yes, we can” yang digemakan oleh Obama dan timnya di AS kelihatannya bisa diadopsi.
Saya yakin, kearaban Anies tidak akan menjadi hambatan. Sebab, sebagian besar orang Jawa sudah terbiasa dengan prinsip ‘egaliter’ . Hingga hari ini, sebagai contoh, tidak ada percakapan publik yang serius tentang kearaban Anies yang akan menjadi sandungan.
Ini merupakan isyarat bahwa sosialisasi Anies ke masyarakat Jawa tidak sulit. Mungkin akan ada pengecualian di beberapa kawasan. Bisa dimaklumi. Justru, kesulitan inilah yang akan menjadi ruh “Yes, we can”-nya versi Anies.
Sekarang saja, kita bisa menyaksikan sambutan gegap-gempita ketika Anies berkunjung ke banyak pelosok di pulau Jawa. Tidak ada terlihat sama sekali isu Anies keturunan Arab.
Jadi, secara keseluruhan, Anies tidaklah sesulit Obama ketika mengubah konvensi “presiden AS hanya kulit putih”. Sebab, dari waktu ke waktu semakin sedikit orang Jawa yang menganggap “non-Jawa” tak berhak menjadi presiden.
Anies memiliki kemampuan komunikasi dan karisma. Sama seperti Obama. Dua hal ini memukau rakyat AS –hitam maupun putih. Anies sangat artikulat seperti Obama. Estetik ketika berbicara. Memiliki perbendaharaan luas dalam narasi dan diksi, baik untuk kalangan atas maupun lapisan bawah.
Di atas itu semua, prestasi kerja Anies boleh dikatakan terbaik di antara semua pejabat eksekutif Indonesia. Rakyat di luar Jakarta tahu soal ini. Itulah sebabnya banyak orang di luar Jakarta yang mengharapkan agar Anies melakukan itu untuk Indonesia.
Dari sisi ini, Anies lebih beruntung dari Obama. Anies sudah menunjukkan bahwa dia bisa menjadikan Jakarta jauh lebih baik. Kini menjadi “a stunning city” (kota yang mencengangkan). Sedangkan Obama saat itu hanya sebagai seorang senator. Bukan eksekutif yang telah banyak berbuat.
Jadi, “Yes, we can” versi Anies, in-sya Allah, jauh lebih mudah untuk digapai.
(*)