JAKARTA – Sebelas orang pengurus pusat Partai NasDem dan Partai Golkar duduk meriung di kantor pusat NasDem, di Jalan Raden Pandji Soeroso Nomor 42, Gondangdia, Jakarta Pusat, Kamis lalu (10/3/2022).
Mereka membahas sejumlah persoalan selama hampir tiga jam, salah satunya rencana kedua partai untuk berkoalisi dalam pemilihan presiden mendatang. Koalisi ini bisa menjadi poros baru koalisi Golkar-NasDem.
Wakil Ketua Umum DPP Partai NasDem, Ahmad Ali, mengatakan pertemuan itu menjadi gambaran kedua partai tengah menjalin hubungan yang romantis dan upaya saling mendekati, termasuk penjajakan koalisi menghadapi pemilihan presiden. "Jadi, diskusi lebih ke isu kebangsaan, penjajakan koalisi. Semua kemungkinan ada," kata Ahmad Ali, Jumat, 11 Maret 2022.
Ahmad mengatakan penjajakan kedua partai belum sampai pada nama kandidat calon presiden maupun wakil presiden yang bakal diusung. Sebab, Partai Golkar sendiri sudah memutuskan mengusung Airlangga Hartarto, Ketua Umum DPP Golkar, sebagai calon presiden. Adapun NasDem tengah menjajaki sejumlah nama, di antaranya Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Nama-nama itu dilirik karena memiliki elektabilitas teratas sesuai dengan hasil survei sejumlah lembaga. “Yang pasti, Surya (Ketua Umum NasDem Surya Paloh) tidak ada anak emas,” kata Ahmad.
Sebelum penjajakan koalisi ini, NasDem awalnya merancang akan memilih calon presiden lewat konvensi. Tapi agenda itu buyar lantaran NasDem tak memenuhi syarat mengusung sendiri pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kursi NasDem di Dewan Perwakilan Rakyat hanya 59 atau 10,26 persen. NasDem perlu berkoalisi dengan partai politik lain agar memenuhi syarat 20 persen kursi di DPR untuk mengusung calon presiden.
Ahmad Ali mengatakan awalnya NasDem sudah berusaha mendekati sejumlah partai untuk menggelar konvensi bersama. Namun ajakan itu tak terealisasi karena rata-rata partai politik lain sudah menentukan kadernya untuk diusung sebagai calon presiden. “Sedangkan konvensi enggak bisa dilaksanakan sendiri,” ujarnya.
Jika terwujud, kekuatan poros baru koalisi Golkar-NasDem ini sudah memenuhi syarat untuk mengusung calon presiden. Kursi Golkar di DPR sebanyak 85 atau 14,78 persen. Gabungan kursi kedua partai di DPR mencapai 25,04 persen.
Seorang politikus Golkar membenarkan penjajakan koalisi kedua partai dalam pertemuan tersebut. Sempat tersebutkan sejumlah nama potensial calon presiden, termasuk Airlangga sendiri. Tapi NasDem mempertanyakan elektabilitas Airlangga yang masih rendah hingga saat ini. Bahkan elektabilitas Menteri Koordinator Perekonomian itu jauh di bawah Prabowo, Anies, ataupun Ganjar.
Mantan anggota DPR ini menceritakan, di samping urusan pemilu presiden, Paloh sempat menyinggung agenda perpanjangan masa jabatan presiden maupun penundaan Pemilu 2024, yang sempat digelindingkan Airlangga bersama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan. Paloh mempertanyakan karena agenda itu bertolak belakang dengan kampanye Golkar untuk mengusung Airlangga sebagai calon presiden dalam Pemilu 2024.
Saat konferensi pers, Paloh membenarkan adanya pembicaraan tentang agenda penundaan pemilu. Tapi ia memastikan sikap NasDem tak berubah, yaitu tetap menolak agenda tersebut. "Kesepakatannya jelas, kita sama-sama tidak lagi mempermasalahkan masalah (penundaan pemilu) itu. Tidak perlu ada satu diskursus yang berkepanjangan," kata Paloh.
Di samping Surya Paloh dan Airlangga Hartarto, hadir sembilan pengurus kedua partai dalam pertemuan tersebut. Dari Golkar, Sekretaris Jenderal Lodewijk Freidrich Paulus, Nurul Arifin, Rizal Mallarangeng, Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Airin Rachmi Diany (Wali Kota Tangsel 2 Periode (2011-2021), saat ini Ketua Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG)). Lalu, dari NasDem, Enggartiasto Lukita, Lestari Moerdijat, Hermawi Taslim, dan Ahmad Sahroni (Bendahara Umum DPP Partai Nasdem).
Sekretaris Jenderal NasDem, Johnny Gerald Plate, menguatkan penjelasan Ahmad Ali. "Meningkatkan silaturahmi politik dan kekerabatan politik dengan semangat kegotong-royongan membangun bangsa," katanya.
Ketua DPP Partai Golkar, Dave Laksono, yang dimintai konfirmasi, mengklaim pertemuan elite kedua partai hanya silaturahmi biasa. Kunjungan Airlangga ke kantor pusat NasDem merupakan balasan atas kedatangan Paloh ke DPP Golkar pada 2020. Tapi Dave tak menampik jika dikatakan pembicaraan ketua umum kedua partai mengarah ke potensi koalisi bersama. "Ya, tapi memang belum ada putusan apa-apa. Masih silaturahmi, jaga hubungan," kata Dave.
Di samping urusan pemilu presiden, kedua partai menjajaki koalisi dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta. Seusai pertemuan, Airlangga mengutarakan peluang Airin dan Ahmad Sahroni untuk berpasangan dalam pilkada DKI Jakarta mendatang.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, berpendapat perjodohan politik Airin dan Sahroni ini bisa menjadi langkah awal kedua partai untuk membangun koalisi yang lebih besar. "Selain mempertemukan Sahroni dengan Airin, juga bisa jadi ini bagian pendekatan yang lebih besar lagi, yakni di pusat," kata Ujang.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedy Kurnia Syah, mengatakan kedua partai memang berpeluang untuk berkoalisi. NasDem tak punya tokoh internal partai yang kuat untuk diusung dalam pemilu presiden 2024. Sedangkan Partai Golkar ngotot mengusung Airlangga sebagai calon presiden, walau elektabilitasnya masih rendah.
Dedy mengatakan, hasil survei lembaganya menunjukkan tren penurunan elektabilitas Golkar sejak Pemilu 2019. Karena itu, Dedy meyakini poros baru Golkar-NasDem ini akan bisa mengimbangi rencana koalisi PDIP dan Partai Gerindra, yang kedua partai mengalami tren kenaikan elektabilitas.
Dedy menambahkan, kedua partai sangat berpeluang berkoalisi karena Surya Paloh pernah jadi kader Golkar sebelum mendirikan NasDem. Reuni mantan kader Golkar ini bahkan bisa diperluas ke Partai Hanura dan Partai Berkarya, meski kedua partai tak lolos ke DPR pada Pemilu 2019. "Kalau itu terjadi, saya kira akan menjadi kekuatan baru dan akan kuat sekali melawan dominasi PDIP," kata Dedy.
Kepala Departemen Politik dan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menilai peluang koalisi kedua partai masih sulit dibaca hanya dari satu atau dua pertemuan. Ia justru melihat Golkar masih menunggu momen untuk meningkatkan elektabilitas Airlangga.
"Tapi saya kira Partai Golkar akan realistis, apabila Airlangga tak memungkinkan maju di nomor 1, Golkar akan mengusung di nomor 2. Begitu juga Partai NasDem, mereka akan realistis mengusung siapa yang akan diusung dalam pilpres," kata Arya.
*Ke. Foto: Dari kiri ke kanan: Ahmad Sahroni, Surya Paloh, Airlangga, Airin
(Sumber: Koran Tempo)