Janjimu loyo
Tahun 2014, ada yang gagah sekali bilang, akan mengganti Menteri-nya jika swasembada kedelai gagal. Bilang lantang di atas panggung, semua kok suka impor, dikit2 impor, gara2 ada rente di sana. Alias ada cuan.
Tapi apa yang terjadi kemudian? 2015, produksi kedelai Indonesia masih di 960.000 ton. Tahun 2016 terjun bebas jadi 860.000 ton. Tahun 2015, lagi2 turun jadi 538.000 ton. Lantas tahun 2021? Tinggal 200.000 ton saja.
Tahun 1990-an, produksi kedelai kita bisa mencapai 1,8 juta ton. Cukup utk keperluan rakyat. Hari ini, kita impor jutaan ton kedelai per tahun, dengan nilai lebih dari 10 trilyun.
Ngapain nanam jika bisa impor? Itulah logika simpelnya. Impor 2 juta ton, importir dapat cuan 10-20 dollar saja per ton, itu setara ratusan milyar, Kawan. Rente. Dan mulailah kita ketergantungan dengan pangan dari LN. Banjir kedelai impor, menghabisi kedelai lokal. Maka, petani berbondong2 pindah nanam yang lain.
Saat harga kedelai LN naik meroket, baru pusing. Rusuh! Lupa, jika penduduk kita itu makan tempe dan tahu. Tidak ada kedelai, gimana makan tempe-nya?
Tahun 2014, ada yang gagah sekali bilang cukup 3 tahun utk mengembalikan produksi kedelai. 8 tahun berlalu, tambah zonk. Meluncur deras ke bawah produksinya. Lantas kemana sih anggaran trilyunan yg telah dihabiskan utk membangun irigasi, dll? Pusat2 pertanian baru? Dan semua omong besar ttg rencana strategis pertanian itu? Kalian harus tahu, puluhan ribu hektar ini bakal didanai duit negara utk produksi kedelai. Belum lagi ratusan ribu hektar pakai pinjaman ke bank.
Besok2, boleh jadi tetap zonk!
Dan sedihnya, Kawan. Ini semua nyaris berlaku di semua bahan pangan. Beras? Impor. Cabe, bawang putih, gandum, kentang, lada, kelapa (bahkan kelapa), teh, kopi, cengkeh, kakao, pun tembakau, impor semua. Belum lagi daging, telur, susu, garam gula, duh Gusti, Indonesia itu bukannya negeri subur makmur? Negeri gema ripah loh jinawi. Kok semua impor.
Tapi begitulah, daripada capek2 nanam sendiri, melihara sendiri, memang lebih baik impor. Rente dari impor ini memang empuk. Toh, kalaupun sukses nanam, produksi banyak, kayak kelapa sawit, harganya tetap muahal selangit saat dijual ke rakyat sendiri.
Seriusan, Kawan, jadi apa sebenarnya yg hendak dicapai pemerintah 10 tahun berlalu?
Pendidikan? Skor PISA kita masih blangsak di bawah. Itu artinya, kualitas pendidikan kita jauh dari mencerdaskan. Ada sih anak2 kita yg menang Olimpiade dll, tapi tanpa sistem dari pemerintah pun mereka tetap pintar, berprestasi. Lihat ranking kampu2 kita? Tertinggal jauh dari Malaysia, Thailand, padahal dulu mereka belajar di kita. Apalagi saat dibandingin Singapura, Australia. Blangsak.
Kesehatan? Well, kita terus ribut tentang BPJS, dkk. Sebagian masyarakat mungkin terlindungi dan aman jika sakit. Tapi buanyak yang kacau balau, jatuh miskin saat tulang punggung keluarganya sakit.
Penegakan hukum, perlawanan korupsi? Wah, ini sih suram. Tdk usah dibahas lebih jauh.
Swasembada pangan? Cuma mimpi nan halu bin ilusi tok.
Infrastruktur. Yes. Oke. Tol dibangun, bendungan dibangun, bandara, pos perbatasan, dll. Tapi ssst, dengan utang meroket habis2an. Ibarat kamu punya tetangga, rumahnya bagus, tapi seluruh komplek tahu itu hasil utang.
GDP per kapita? Stuck! Secara rata2, penghasilan per orang per tahun Indonesia itu hanya 40-50 juta. Itupun faktanya, hanya elit2 tertentu yg super tajir. Sebagian besar sih hanya 20-30 juta per tahun. Artinya? Ketimpangan sosial semakin parah.
Lingkungan hidup? Nyerah.
Keamanan? Tergantung. Di Jawa sih aman. Di Papua, bahkan TNI entah apa kabarnya.
Akhirnya, kita hanya hidup dengan slogan, kalimat2 bombastis. Swasembada kedelai! Harus! 3 tahun! Tidak jadi, dipecat. Bersorak penonton. Tapi datanya lain sekali. Sekarang mereka bombastis lagi, bilang tahun 2022 bakal produksi 1 juta ton kedelai. Menggelontorkan anggaran besar2an. 2023/2024 nanti jadi 2 juta ton. Duh ngimpi tak berkesudahan.
Tapi baiklah, saat semua hal ini nyungsep, masih ada secercah pusaka pamungkas jawabannya. Yang dengan ini, Indonesia akan maju. Apa itu?
Masih ada solusi super genius yang mereka ciptakan. Apa itu?
Ibukota baru.
Tidak nyambung blas.
(By Tere Liye)
*NB: mulailah pakai data dan fakta kalau bicara beginian. jadi, kalaupun datanya belum akurat 100%, minimal kamu tdk pakai perasaan doang. Kinerja itu diukur dgn angka, bukan survey apalagi perasaan.