[PORTAL-ISLAM.ID] Setelah melakukan Deklarasi di Monumen Perjuangan depan Kampus UNPAD beberapa waktu lalu, kini Forum Purnawirawan Pejuang Indonesia (FPPI) melaksanakan pengukuhan kepengurusan pada tanggal 8 Februari 2022 bertempat di gedung bersejarah “Indonesia Menggugat” tempat dahulu Ir. Soekarno diadili oleh Pemerintah Belanda. Mengambil pelajaran dari sejarah itu rupanya para purnawirawan ini sedang menggugat politik kekuasaan yang kolonialialistik.
Berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan lengkaplah simbol yang diangkat sebagai tema dari pandangan dan prinsip perjuangan untuk menegakkan kebenaran, kejujuran, dan keadilan. Purnawirawan tanpa melihat angkatan bersatu bersemangat untuk terus berjuang bagi kebaikan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang asli. Asli dengan keyakinan bahwa UUD saat ini bukan saja sudah tercemar tetapi juga telah rusak dan teracak-acak.
Pengukuhan yang dihadiri oleh Mayjen Purn Kivlan Zen, Mayjen Purn Soenarko, Mayjen Purn Robby Win Kadir, Brigjen Purn Nasuha, Brigjen Purn Koen Priyambodo dan lain-lainnya itu berikrar untuk berkomitmen pada sila-sila Pancasila, menyiapkan perangkat organisasi seluruh Indonesia, serta senantiasa bekerja untuk mengembalikan kemerdekaan dan kedaulatan rakyat. Mengoreksi oligarkhi yang sedang mengendalikan dan menghianati demokrasi.
Penasehat dan Pembina FPPI Mayjen Purn Kivlan Zen dan Mayjen Purn Soenarko mengingatkan pentingnya penguatan basis Agama, Pancasila dan UUD 1945. Terasa ada kecenderungan politik yang mengadu domba umat beragama, menyimpangkan Pancasila dan merusak UUD 1945. Kepentingan pragmatik telah menggerus cita-cita luhur pendiri bangsa. Keteladanan Jenderal Soedirman semakin jauh dijalankan oleh penyelenggara negara.
Sulit membedakan mana fungsi aparat negara dengan aparat pemerintahan. Akibatnya dibiarkan Pemerintahan yang bekerja suka-suka atau semau-maunya. Aturan hukum yang dijadikan alat untuk rekayasa politik. Purnawirawan pejuang tidak boleh membiarkan keadaan. Kejujuran, kebenaran, dan keadilan harus terus ditegakkan. Pilihannya hanya dua menjadi pejuang atau pecundang.
“Wa laa tahinuu, wa laa tahzanuu” jangan takut jangan gentar, kata Kivlan Zen mengutip ayat Qur’an. Ikhlas berjuang untuk kedaulatan negara. Tidak tunduk pada bangsa dan negara lain. Pengelolaan negara kini tidak ajeg. Jika masih menganggap negara ini dalam keadaan baik-baik, maka “mata picek, telinga budek” sergah mantan Danjen Kopasus Mayjen Purn Soenarko.
Purnawirawan menggugat oligarkhi dan penghianatan demokrasi yang telah mengubah prinsip musyawarah menjadi “one man one vote” di bawah rekayasa dan kendali. Menggugat larangan istilah pribumi namun membuka ruang penguasan asing dan aseng. Menggugat peran buzzer yang selalu mengadu domba dan memutarbalikkan fakta. Menggugat Pemerintahan sentralistik yang memperalat undang-undang. Menggugat isu radikalisme, intoleran, dan terorisme yang memfitnah umat Islam. Purnawirawan sepakat untuk menggugat perilaku tidak jujur, tidak benar, dan tidak adil.
Dulu Soekarno membuat pledoi “Indonesia Menggugat” untuk melawan kolonialisme Belanda, kini Purnawirawan menggugat perilaku kolonial anak bangsa yang baru merasakan menjadi penguasa. Penguasa yang menginjak-injak kedaulatan rakyat dan menjual brutal kedaulatan negara.
Dengan Ketua Presidium Kol Purn Sugeng Waras dan Sekjen Kol Purn A Sahar Harahap, SH MH Forum Purnawirawan Pejuang Indonesia (FPPI) bersama dengan organisasi Purnawirawan lain mengajak para Purnawirawan untuk meneladani ketangguhan, kegigihan, dan kekuatan iman dari seorang pemimpin besar yang bernama Jenderal Soedirman !