Oki Setiana Dewi
By Donny Syofyan*
Oki Setiana Dewi sudah meminta maaf atas potongan ceramahnya. Ia sama sekali tak bermaksud untuk membenarkan atau melestarikan KDRT. Sikap Oki ini, panggilan akrabnya, sangat tepat. Bukan saja ia bakal berhadapan dengan para aktivis HAM atau pendekar feminisme, tapi juga akan berhadapan keras dengan para mufasir, muhadits dan fuqaha sekiranya ia enggan meminta maaf atau mencari-cari pembenaran. Bagi saya, kesadarannya minta maaf jauh lebih penting diapresiasi alih-alih ia mengambil jalur untuk berdebat. Apa gunanya air mata penyesalan bila ujung-ujungnya mengambinghitamkan orang yang salah paham terhadap dirinya. Bravo Oki.
Oki ini adalah seorang figur dengan talenta yang kompleks. Mengawali karirnya sebagai seorang aktris di seni peran, ia tidak meninggalkan pentingnya dunia pendidikan hingga menamatkan studinya hingga level S3. Kita bisa bedakan artis yang serius kuliah dan memandang penting pendidikan dicermati dari cara berikir, berbicara bahkan menghadapi konflik. Lihatlah sosok-sosok Dian Sastro atau Maudy Ayunda, intelektualitas mereka memang berkelas. Atau generasi yang lebih senior, semisal Maya Rumantir yang merampungkan S3-nya. Memang tidak selalu menjamin bahwa pendidikan tinggi berkelindan dengan prilaku yang elegan, tapi yang pasti pendidikan fungsional memperluas cara berpikir dan memperbaiki prilaku seseorang.
Dengan latar pendidikan yang komplit dan pengalaman interaksinya dengan dunia hiburan di Tanah Air, Oki lebih gampang mempenetrasi genereasi pengguna media sosial sebab ia paham betul bahasa dan tren di kalangan anak-anak muda pengguna Facebook, Youtube, Instagram bahkan TikTok. Ia tidak menjauhi ‘social media user’ ini, ia bahkan ‘mengakapitalisasi’ media sosial tersebut untuk berdakwah secara lebih kreatif.
Tak kalah krusial, Oki adalah sedikit wanita pendakwah yang tetap berani tampil ke depan. Sungguhpun sudah banyak ustadzah yang maju di ranah publik, tapi kita masih lihat sementara kelompok Islam (termasuk yang memang getol melakukan gerakan hijrah di kalangan artis) melarang wanita untuk tampil di ranah publik. Tak terbayangkan, sekiranya cara berpikir ini dominan di Tanah Air, kita tak akan menyaksikan sosok-sosok semisal Nurhayati Subakat (pemilik Paragon yg terkenal dengan produk Wardah, dsb), Rahma el Yunusiyah (pendiri Diniyyah Putri di Pdg Panjang), atau juga seperti Sarah Al Amiri (wanita di balik proyek Mars Uni Emirat Arab).
Portofolionya yang utuh—baik secara offline (buku-buku) hingga online (ceramah dan medsos)—memperlihatkan bahwa Oki Setiana Dewi adalah sedikit dari sosok Muslimah, pendidik, dan seleb pendakwah yang tidak merasa ‘insecure’ menyongsong alam kemajuan, terlepas dari kekurangannya yang memang niscaya!
*fb penulis