Suka heran
Kadang, kalau mau masuk tempat2 publik itu, sy suka heran. Petugas di depan pintu masuk bawa 'alat tembak' dong.
34 derajat! Hah?
35 derajat! Hah?
Itu suhu manusia normal? Baiklah. Lewat. Entah ada berapa orang yang mendadak 'hipotermia' setelah lewat alat tembak itu.
Tapi ada yg lebih sedih. Kadang ditembak2an saja, dilihat juga tidak. Masuk2 saja. Udah gaya loh, udah niat banget minta ditembak jidatnya, eh, cuma sekilas2 saja dilambaikan. Jadi berapa suhunya? Sudah masuk sana. Eh, berapa betulan? Heh, masuk sana. Padahal sudah guaya tenan loh ini.
Dan lebih sedih lagi. Wah, nemu alat yg bagus. Dengan semangat lewat, 36,5 derajat, normal nih. Celingukan, nggak ada yang peduli. Sedih aku tuh. Jarang2 betulan normal begini hasilnya. Tepatnya, jarang2 nemu alat tembak yg bagus begini, tapi malah dicuekin. Tidak ada yang lihat betapa kerennya saya hari ini. Normaaal.
Kadang suka heran lihat alat2 tembak suhu ini. Dari sekian juta alat2 ini, berapa persen yang sebenarnya efektif betulan kepakai? Atau cuma buat formalitas saja. Lucu2an saja.
Karena terlanjur stok masih banyak. Kan rugi bandar. Jadi harus diteruskan sampai habis. Pun masker, alat2 test, dkk, dsbgnya. Harus diterukan. Rugi sudah invest to my country. Tapi ini cuma nanya loh. Jangan baper.
Suer, besok2 kalau nemu alat tembak yg bagus, wah, saya dari jarak 10 meter siap2. Bergaya. Mau ngukur suhu nih, cuy. Jadi tolong diperhatikan. Bila perlu ada tim pemandu sorak. Kalau normal, HOREEE! Semua tepuk-tangan. HOREEE! Kayak habis lihat Mo Salah bikin gol itu loh. Biar setiap kali ngukur suhu, itu jadi momen2 terbaiknya. Seru loh.
Kalau nggak begitu. Mending hapus saja deh. Kayak negara2 lain. Sudah mulai dihapus saja.
(By Tere Liye)