Jonru Ginting: BERGUGURAN DI JALAN DAKWAH?

BERGUGURAN DI JALAN DAKWAH?

Oleh: Jonru Ginting

Saya mungkin termasuk jenis manusia langka. Karena sejak dulu selalu gonta-ganti profesi. Bahkan personal branding pun gonta-ganti melulu.

Tahun 1990an, saya adalah calon penulis yang punya mimpi besar jadi penulis terkenal, tapi belum kesampaian.

Tahun 2000 hingga 2004, saya adalah karyawan yang mengelola website bertema IT, sehingga harus bergaul dengan banyak orang IT. Saat itu, orang-orang menjuluki saya Ahli IT, padahal hanya seorang pemula.

Tahun 2004 saya mulai menerbitkan buku, dan eksistensi sebagai penulis mulai diakui. Ketika itu saya bergabung dengan komunitas penulis, yakni Forum Lingkar Pena.

Masih tahun 2004, saya mulai aktif ngeblog, dan aktif di sejumlah komunitas blogger. Ketika itu, saya masih karyawan, namun sesekali pernah diundang sebagai pembicara seminar kepenulisan atau blogging.

Tahun 2007, saya resign sebagai karyawan, dan mulai hidup baru sebagai pebisnis. Maka, saya pun mulai bergaul dengan sejumlah komunitas pengusaha.

Tahun 2012, saya mengalami depresi karena kegagalan bisnis. Ketika itu, sedang ramai kasus ustadz Luthfi (Presiden PKS). Saya pun tergoda untuk membahasnya. Secara tak terduga, jumlah follower saya meningkat dengan drastis.

Kejadian ini membuat saya berpikir, "Sepertinya gue lebih cocok nih membahas politik. Lagipula bisnis hancur semua. Tak ada gunanya lagi membangun branding sebagai pebisnis dan penulis. Ayuklah, gas poll aja membahas politik!"

Maka, itulah awal cerita kenapa tahun 2012 hingga 2017 saya sangat rajin membahas politik. Ya, ketika itu saya sangat intens mikirin nasib negeri ini. Tapi sayangnya, saya lalai dalam menafkahi keluarga. Inilah salah satu kesalahan di masa lalu.

Selama tahun 2012 hingga 2017 tersebut, branding saya di bidang politik sangat kuat. Padahal aslinya saya bukan orang politik, bukan buzzer politik. Saya hanya merasa terpanggil untuk membela kebenaran. Itu saja.

Kebablasan membahas politik pun berakibat saya harus masuk penjara pada September 2017.

November 2018 saya bebas, dan saat itu merasakan hidup ini seperti di-RESTART ULANG.

Teman-teman dari masa lalu, banyak di antara mereka yang kini menjauh atau memusuhi. Hanya segelintir saja di antara mereka yang masih menganggap teman atau sahabat.

Bahkan semua komunitas, pekerjaan dan profesi di masa lalu, semuanya telah saya tinggalkan.

Kini saya "memulai hidup baru" sebagai pebisnis di PT BEST Syariah. Saya kini bergaul dengan orang-orang dan komunitas yang hampir semuanya serba baru.

Saya sering membandingkan diri ini dengan orang yang KONSISTEN dengan profesinya sejak dulu hingga sekarang. Teman-teman dan komunitasnya pun masih tetap sama selama puluhan tahun.

Sementara saya merasakan hidup seperti di-RESTART ULANG. Hidup selalu berubah-ubah. Tak ada konsistensi.

Berpikir seperti itu, sejujurnya pernah membuat saya galau. Namun akhirnya saya berpikir:

Tak mengapa jika hidup selalu berubah-ubah, jauh dari konsistensi. Yang penting, jangan sampai SEMANGAT PERJUANGAN ikut berubah.

Alhamdulillah, saya merasa sangat bersyukur. Di tengah banyaknya perubahan hidup yang dialami, saya selalu berusaha agar tetap KONSISTEN di jalan dakwah.

Dulu berjuang membela kebenaran di bidang politik. Kini berjuang di bidang ekonomi, membantu umat agar bebas utang bebas riba. Sambil berjuang untuk sesuatu yang dulu saya lalaikan, yakni menafkahi keluarga.

Orang-orang boleh menuduh saya berhenti berjuang. Bahkan ada netizen yang berkata, "Jonru termasuk orang yang berguguran di jalan dakwah."

Ya, terserah mereka bilang apa. Saya berusaha memaklumi, karena mungkin mereka termasuk orang yang tidak rela melihat perubahan pada orang lain.

Bagi saya, tidak masalah jika profesi berubah, teman berubah, komunitas berubah, cara dan strategi berjuang juga berubah.

Yang penting jangan sampai iman dan aqidah kita berubah. Jangan sampai kita berubah jadi bani bipang. Sebab akhirat taruhannya.

Betul?

Jakarta, 17 Februari 2022

Baca juga :