ISLAMISASI BUDAYA
Dakwah itu adalah seni. Bagaimana seorang dai bisa berkreasi dalam mengemban misi Ilahi tanpa keluar dari batas-batas toleransi syar'i.
Mungkin itulah yang dilakukan Wali Songo. Sebuah gambaran dakwah yang indah, memukau dan penuh cita rasa. Mereka jeli melihat peluang, cerdik memanfaatkan budaya, dan paham akan karakteristik manusia. Dan ini luar biasa.
Wayang, yang pada mulanya merupakan sebuah ritual hindu yang penuh dengan bumbu dan corak yang berseberangan dengan ajaran Islam, ternyata berhasil diberi warna-warni islami tanpa mengurangi esensinya sebagai sebuah seni.
Sultan Demak bersama dengan Wali Songo memutuskan bahwa wayang tetap dipertahankan sebagai sebuah seni pertunjukan, bahkan mereka melihat peluang dakwah di dalamnya.
Transfromasi nilai-nilai Islam dalam wayang dimulai dari menyusun pakem cerita yang tidak bertentangan dengan nilai Tauhid. Aroma Poliandri tokoh Drupadi yang menjadi istri bersama bagi kelima Pandawa diganti menjadi monogami, Drupadi dijadikan istri dari Yudisthira, putera tertua Pandu.
Dewa-dewa yang yang hidup di kahyangan sebagai sesembahan dijadikan manusia dan dibikinkan nasabnya dari keturunan nabi Adam dengan jalur nabi Syits. Juga dengan tokoh-tokoh kapitayan seperti; gareng, petruk, semar dan bagong dibuat sebagai punakawan yang memiliki kesaktian yang mampu mengalahkan dewa-dewa Hindu.
Inilah sebuah gambaran dakwah yang mampu merangkul tanpa memukul, dengan cita rasa mendakwahi tanpa kesan menghakimi. Slow but Sure, pelan namun pasti, dakwah dengan gaya softly yang dibawakan wali songo perlahan diterima, dipeluk, dan dijiwai.
Hingga akhirnya Islam menjadi bagian yang tak terpisahkan, diwariskan sebagai keyakinan dan diturunkan secara bergantian, hingga kita yang hidup hari ini masih bisa merasakan hasil dakwah yang dahulu mereka perjuangkan.
(Fadjar Jaganegara)