[PORTAL-ISLAM.ID] Kontestasi pilpres 2024 semakin panas. Manuver politik terus dijalankan dengan pelbagai cara dan siasat. Salah satunya, peran partai politik yang paling ditungu-tunggu.
Meskipun menjadi keniscayaan dalam mewakili suara rakyat, partai politik yang menjadi pelabuhan oligarki paling seksi sekaligus komersil itu. Tetap memegang kendali penuh dan paling menentukan dari regulasi kelahiran pemimpin nasional.
Banyak sosok beredar dan bergentayangan menjelang hajatan suksesi kepemimpinan paling bergengsi dan berpengaruh di negeri ini. Selain yang menjadi irisan partai politik, tidak sedikit capres muncul dari kalangan non partisan partai politik. Ada tokoh yang dipaksakan dan hanya sekedar menjadi wayang dari partai politik, namun ada juga yang memiliki karakter dengan jejak rekam mumpuni.
Menjadi lebih menarik, saat menuju perhelatan pilpres 2024, baik capres maupun partai politik sulit menghindari intervensi dan hegemoni oligarki. Kepemilikan modal dalam eksistensi perorangan maupun borjuasi korporasi, begitu leluasa menentukan arah, proses dan hasil pilpres tersebut.
Tanpa disadari rakyat, oligarki yang menjadi dalang dari panggung pilpres. Betapapun suasana konstitusional dan pesta demokrasi digelar semarak dan meriah. Seolah-olah tengah berlangsungnya proses aspirasi dan kedaulatan rakyat.
Simbiosis Mutualisme
Figur Anies Baswedan merupakan salah satu capres paling menonjol, setelah Rizal Ramli, Gatot Nurmantyo, M Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, dan beberapa nama lain yang populer serta berlatar belakang bukan kader partai politik.
Kebanyakan pemimpin-pemimpin yang populer dan lahir dari aktifis pergerakan itu, bukan hanya dikenal cenderung oposisi, melainkan juga kiprahnya menjadi saluran aspirasi rakyat yang selama ini tersumbat distorsi birokrasi dan konstitusi.
Anies yang sarat pengalaman birokrasi, perlahan namun pasti terus menjadi sorotan dan mengambil hati rakyat. Seperti larut dalam psiko politik dan suasana batin rakyat, gubernur Jakarta yang sering mendapat intimidasi dan tekanan dari lawan-lawan politiknya, justru terus menuai apresiasi publik.
Hujatan dan fitnah, terlanjur dinilai sebagai kedzoliman yang membawa arus dukungan rakyat kepada Anies. Simpati dan empati mengalir bagai banjir deras ke Anies, bukan lagi tumpah ke wilayah Jakarta sebagaimana era gubernur sebelumnya. Behavior Anies semakin kental dan lekat dengan capres ideal rakyat dan negara ini.
Pilpres seakan membagi dua koridor partisipasi rakyat. Pertama, mekanisme konstitusional melalui partai politik. Dimana peran partai politik sangat dominan dalam menentukan UU pemilu dan pilpres, termasuk dalam mengusung capresnya.
Kedua, suara rakyat yang terkadang termarginalkan oleh aspek politik formal dan normatif. Kehendak aspirasi rakyat ini sering mengarah dan terakomodasi pada figur-figur yang bukan berasal dari habitat partai politik.
Anies yang pernah menjadi menteri pendidikan karena kompetensinya yang representatif. Juga telah menjadi gubernur DKI yang sebelumnya tak terpisahkan dari kebijakan partai politik yang mencalonkannya.
Anies dan perspektif politiknya terutama menghadapi kontestasi pilpres 2024, sekali lagi tak bisa terlepas dari partai politik. Suka atau tidak suka, senang atau tidak senang melakoninya.
Begitupun dengan partai politik. Kenyataan-kenyataan yang mengemuka, disatu sisi betapa partai politik memiliki keleluasaan konstitusional melahirkan kepemimpinan nasional. Di lain sisi, partai politik kerapkali menghadapi krisis kader dan kepemimpinan internal.
Partai politik sering terjebak di antara kebutuhan akan kekuasaan, atau membangun partai politik yang sehat pada organisasi dan kader yang berkesinambungan. Bagaimanapun karena kondisi itu, partai politik dituntut untuk menggunakan logika dan rasionalitas politik yang terukur.
Anies dan partai politik tak ada pilihan lain selain tetap menjajaki proses-proses mekanisme konstitusi dan politik idealisme dalam hingar-bingar kontestasi pilpres 2024.
Akankah ada elaborasi dan sinergi antara Anies dan partai politik?. Terlepas dari dukungan rakyat dan tingginya angka elektabilitas seorang Anies.
Maka konstelasi dan konfigurasi partai politik menjadi signifikan dalam menghantarkan Anies Baswedan sebagai capres dan menduduki kursi orang nomor satu di Indonesia.
Mungkinkan akan terjadi simbiosis mutualisme antara Anies dan partai politik terntentu?. Tampaknya, seluruh rakyat Indonesia harus bersabar dan telaten mengikuti proses kontestasi pilpres 2024. Sebuah kesabaran revolusioner, jika tak mampu mewujudkannya dalam gerakan.
Termasuk menyaksikan secara “live”, Anies yang melamar atau dipinang partai politik.
Yusuf Blegur – Penulis, Pegiat Sosial, dan Aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari