Setelah Ferdinand, Menyusul Denny Siregar-Ade Armando-Abu Janda
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H. (Advokat Muslim)
Semalam (10/1/2022) penulis terus mengamati perkembangan informasi seputar pemeriksaan terhadap Ferdinand Hutahean. Sampai ada dua informasi yang menyebutkan Ferdinand ditahan, yakni dari kanal berita TV One dan Akun Twitter Lambe Waras.
TV One menyebut satu sumber yang diperoleh wartawannya di Bareskrim, sementara Lambe Waras hanya menyatakan berdasarkan info A1. Meski keduanya telah menyatakan Ferdinand akan ditahan, tetap saja penulis masih terus melakukan verifikasi informasi dan menunggu keterangan resmi dari Bareskrim Polri.
Penulis terus mengupdate perkembangan kasus berikut analisisnya melalui kanal YouTube. Setidaknya, ada 3 kali siaran yang mengupdate kasus Ferdinand ini.
Ada sejumlah kekhawatiran terkait perkara Ferdinand ini. Terutama, kekhawatiran kasus tidak diteruskan atau setidaknya statusnya tidak ditahan dengan narasi Ferdinand mualaf, telah meminta maaf, dan memiliki penyakit menahun. Apalagi, penahanan tersangka adalah kewenangan yang sangat subjektif, tergantung pada penyidik.
Unsur adanya 'kekhawatiran' tersangka akan lari, menghilang bukti dan melakukan kejahatannya lagi sebagaimana diatur dalam pasal 21 KUHAP tidak dapat diukur secara objektif. Semua terserah maunya penyidik.
Penulis saat menangani Kasus Gus Nur yang dilaporkan oleh Yaqut Cholil Choumas Menag (Dahulu Ketum Anshor) juga ditahan. Sementara, Tersangka pembakaran Gedung Kejaksaan Agung RI tidak ditahan, dengan alasan ada jaminan istrinya.
Padahal, untuk Gus Nur penulis telah mengajukan penangguhan yang dijamin bukan hanya Istri dan keluarga, bahkan dengan jaminan anggota DPR RI, Keluarga Bapak Amien Rais tokoh reformasi, hingga puluhan Ulama. Tetap saja Gus Nur tetap ditahan, karena masih dianggap akan lari, menghilang bukti dan melakukan perbuatannya lagi.
Hingga akhirnya, Polri melalui Kabag Penumnya mengumumkan Ferdinand Hutahaean ditahan, barulah penulis lega. Penahanan ini, tidak lepas dari peranan seluruh umat Islam terutama yang aktif di jejaring sosial media yang terus menyuarakan penegakan hukum pada kasus ini.
Di Twitter, awalnya tagar #KawalKasusFerdinan bergema dan sempat trending. Namun, karena Polri belum juga mengumumkan penahanan, aktivis sosial media di Twitter mengubah tagar dengan melambungkan tagar #tangkapferdinanhutahaean.
Kepedulian aktivis sosial media ini, memiliki peranan penting untuk mengontrol proses hukum agar tegak lurus. Sebab, urusan menahan atau tidak itu menjadi otoritas penyidik. Sehingga, butuh pengkondisian opini agar penyidik merasa yakin untuk menahan dan dapat menolak segala bentuk intervensi yang boleh jadi diupayakan pihak-pihak yang tidak ingin Ferdinand ditahan.
Walaupun demikian, masih terdapat sejumlah catatan kritis terhadap status penahanan Ferdinand Hutahaean, yaitu:
Pertama, boleh saja penahanan ini adalah bentuk kompromi karena ada tekanan umat, sebab jika tidak menahan Polri tentu saja dicurigai 'bermain' dalam kasus ini. Namun, untuk melepaskan Ferdinand dari tahanan masih ada upaya penangguhan penahanan.
Karena itu, kontrol umat selanjutnya adalah memastikan Ferdinand tetap ditahan dan tidak diberikan fasilitas penangguhan. Ustadz Maheer at Tuwailibi yang dulu sakit saja tidak ditangguhkan, bahkan hingga meninggal di tahanan Bareskrim. Ferdinand juga tak boleh ditangguhkan.
Kedua, penetapan tersangka dan penahanan Ferdinand Hutahaean hanya menggunakan ketentuan pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat 2 UU ITE dan pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 KUHP, sebagaimana pengumuman penyidikan sebelumnya. Artinya, Ferdinand tidak dijerat dengan kasus penodaan agama sebagaimana diatur dalam pasal 156a KUHP.
Agar agama Islam baik Allah SWT, Muhammad Saw, Al Qur'an, ajaran, simbol, hingga ulama tidak dilecehkan kembali, perlu untuk menggelorakan penambahan pasal 156a KUHP pada kasus Ferdinand Hutahaean. Narasi ini dapat memperkuat kedudukan Polri untuk menyidik dengan kasus penistaan agama, atau mendorong jaksa agar memberikan petunjuk kepada penyidik untuk menggunakan pasal 156a KUHP dalam perkara Ferdinand Hutahaean.
Ketiga, kasus Ferdinand ini dapat menjadi jembatan antara untuk sampai pada kasus penistaan agama lainnya, agar diproses dan diperlakukan sama dengan Ferdinand Hutahaean. Sehingga, bukan hanya Ferdinand yang ditetapkan tersangka dan ditahan, tetapi juga para penista agama lainnya.
Umat perlu mendorong penyidik agar juga menetapkan tersangka dan menahan Denny Siregar yang sebelumnya perkaranya telah diperiksa Polda Jabar. Terakhir, infonya kasus ujaran SARA yang menyebut santri sebagai calon teroris ini dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.
Mendorong proses hukum terhadap Ade Armando yang pada 2017 kasusnya di praperadilan, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memerintahkan kepada penyidik untuk menyidik kasus dan membatalkannya SP3 yang telah diterbitkan untuk Ade Armando. Ade Armando, diperkarakan oleh Umat Islam karena ujaran 'Allah bukan orang Arab'.
Tak lupa, juga memproses Abu Janda yang telah menghina Bendera Tauhid dengan sebutan bendera teroris. Untuk Abu Janda, sudah tak terhitung lagi betapa banyaknya ujaran yang dikeluarkan, yang menyakiti hati umat Islam.
Selain mendorong memproses hukum Denny Siregar, Ade Armando dan Abu Janda, juga meminta agar Polri bertindak adil. Para penista agama ini harus segera ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, diperlakukan sama dengan Ferdinand Hutahaean.
Semoga Allah SWT menguatkan umat ini, selalu memberikan energi untuk konsisten menolong agamanya. Allah SWT maha kuat, mudah bagi Allah untuk menghinakan siapapun yang dikehendaki dan mengangkat derajat orang beriman, sesuai dengan janji-Nya.(*)