[PORTAL-ISLAM.ID] Ibu Kota Negara (IKN) digadang-gadang menjadi wajah peradaban baru pusat pemerintahan di Indonesia. Perencanaan pembangunan ibu kota baru bergulir sejak kepemimpinan kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi), tepatnya 2019.
Lokasi titik nol ibu kota baru yang nantinya diberi nama Kota Nusantara ini berada di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Pemerintah secara resmi mengumumkan skema pembiayaan pembangunan IKN Nusantara hingga 2024 akan lebih banyak dibebankan pada APBN yakni 53,3 persen. Sisanya, dana didapat dari Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), swasta, dan BUMN sebesar 46,7 persen.
Dengan kata lain, mayoritas dana untuk membangun IKN Nunsantara berasal dari uang APBN.
Penggunaan uang rakyat ini dinilai banyak kalangan tak sesuai dengan janji Presiden Jokowi sebelumnya.
Kala itu, Jokowi berkomitmen untuk tidak akan membebani dana APBN. Pasalnya, pembangunan IKN dinilai akan membutuhkan pendanaan hingga hampir setengah kuadriliun atau Rp 466 triliun.
"Artinya anggaran, kita siap menjalankan keputusan ini, tetapi saya sampaikan ke Menkeu (Sri Mulyani) tidak membebankan APBN, cari skema agar APBN tidak terbebani," kata Jokowi di Istana Negara pada Mei 2019.
Namun, kini dana pembangunan IKN bahkan sebagian besar menggunakan dana APBN.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan anggaran pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) 2022 akan mencatut dana Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Adapun anggaran program PEN tahun 2022 mencapai Rp 455,62 triliun. Pemerintah akan menggunakan anggaran di klaster Penguatan Pemulihan Ekonomi yang mencapai Rp 178,3 triliun untuk membangun IKN di Kaltim.
Sri Mulyani mengungkapkan, tahap I pembangunan dan pemindahan IKN yang dimulai pada tahun 2022-2024 memang bisa lebih banyak menggunakan dana APBN untuk menjadi trigger awal. Apalagi, pemerintah perlu menyiapkan infrastruktur dasar.
"Jadi ini (anggaran pembangunan IKN) nanti mungkin bisa dimasukkan dalam bagian program PEN sekaligus bangun momentum pembangunan IKN," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers pasca-Sidang Paripurna Pengesahan RUU IKN, Rabu (19/1/2022).
Dana Penanganan COVID-19 Dipakai Bangun IKN, Faisal Basri: Kejahatan Luar Biasa
Ekonom senior Faisal Basri menilai, penggunaan dana PEN untuk proyek ibu kota baru merupakan kejahatan luar biasa. Pasalnya, pandemi COVID-19 masih berlangsung dan ekonomi masih harus dipulihkan dari dampak tersebut.
"Ingat sekarang ini kita masih kondisinya darurat, ada Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang telah diundangkan jadi UU Nomor 2 Tahun 2020, karena ada keadaan darurat maka diberikan keleluasaan penuh untuk pemerintah pusat untuk mengalokasikan anggaran dari mana pun demi untuk COVID," ujar Faisal Basri dalam diskusi ICW,Jumat (21/1/2022).
"Nah sekarang sudah demi untuk COVID mau disisihkan untuk ibu kota baru, waduh ini kejahatan luar biasa. Sudah dikasih keleluasaan tapi disalahgunakan. Tidak ada alasan sama sekali untuk mengalihkan anggaran dari COVID ke ibu kota baru," tegasnya.
Malahan menurutnya, seharusnya pemerintah banyak mengalihkan anggaran untuk pemulihan pasca pandemi COVID-19. Bukan malah memangkasnya.
"Justru yang harusnya ada anggaran yang sudah dialokasikan untuk ibu kota baru nanti dulu, semua kita konsentrasi untuk COVID-19. Sekarang kasus sudah bertambah sehari 2 ribu. Jadi kita harus siap-siap menghadapi gelombang ketiga. Rakyat makin banyak yang sengsara," tuturnya.
Ancaman gelombang ketiga dengan adanya Omicron, harusnya menjadi antisipasi pemerintah. Harus ada anggaran yang disisihkan untuk penanganannya.
"Harus ditabung yang ada untuk antisipasi demi menyelamatkan rakyat. Nah dari perspektif ekonomi, pemulihan ekonomi kita paling lambat, negara lain 2021 itu sudah pulih, dalam artian pertumbuhan ekonomi sudah melampaui sebelum COVID-19. Indonesia masih jauh," kata dia.
Dia juga menilai pemilihan lokasi ibu kota baru gamang. Sebab wilayahnya dinilai tak sesuai dengan tujuan pemerataan.
"Di Indonesia dibangun di kawasan yang dikuasai para oligarch, dan ingat loh Kalimantan Timur bukanlah provinsi di Kalimantan yang paling miskin, justru dia yang paling kaya. Kalau tujuannya pemerataan harusnya di Kalimantan Tengah, lebih bersih. Di Kaltim memang ada namanya nanti smart city, green city, tapi di sekelilingnya kotor semua. Dikelilingi oleh properti atau bisnisnya oligarki," tutupnya.