IBUNDA PARA SYUHADA
Aktris Inggris Emma Watson menyuarakan solidaritas terhadap Palestina di media sosial yang menimbulkan reaksi dari pejabat Israel, namun mengundang pujian dari pengguna media sosial pro-Palestina.
Aktris, yang dikenal karena perannya sebagai Hermione Granger dalam film Harry Potter ini menyebut aktivis pro-Palestina dengan kata-kata "Solidaritas adalah kata kerja".
Pilihan sikapnya ini membuatnya menjadi bulan-bulanan media Barat dan dituding antisemit oleh utusan Israel untuk PBB, Gilad Erdan, yang mengecam keras postingannya dan mengancam Watson di Twitter.
Emma Watson menambah panjang deretan pesohor dunia yang terang-terangan memberikan dukungannya pada Palestine. Seperti Cristiano Ronaldo, grup band Coldplay, Selena Gomez, Zayn Malik, Penelope Cruz, Gigi dan Bella Hadid, dan lainnya.
Tidak perlu menjadi seorang Muslim untuk membela Palestine. Cukup menjadi manusia. Kalimat sederhana itu begitu dalam maknanya. Siapa saja yang masih memiliki nurani, pasti akan terusik melihat ketidakadilan yang dialami saudara-saudara kita di Palestine.
“Datangilah dan shalatlah di sana (Baitul Maqdis). Bila engkau tidak bisa datang ke sana untuk menjalankan shalat di dalamnya, maka kirimkan minyak untuk menerangi lampu-lampunya”. (HR Abu Dawud).
Minyak untuk menerangi lampu-lampu yang disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Maemunah binti Saad itu diartikan sebagai bantuan apa saja yang bisa dikirimkan untuk Palestine.
Tak harus berwujud benda, karena suara keberpihakan para pesohor seperti Emma Watson juga sama pentingnya untuk mengubah persepsi dunia: bahwa saudara kita di Palestine teraniaya.
DR Raghib as Sirjani dalam bukunya “Palestina, Kewajiban yang Terlupakan” menuliskan dengan rinci, setiap individu sesuai kapasitas masing-masing harus mengambil tanggung jawab untuk menjadi bagian dari para pembebas Baitul Maqdis.
Mereka yang punya harta dengan hartanya. Yang punya tenaga dengan tenaganya. Yang punya popularitas dengan popularitasnya.
Sebagaimana yang dilakukan Sa'ad Jundallah, ummahat dari Gaza yang mendapatkan kemuliaan, suami dan kelima putranya Muhammad, Ahmad, Abdullah, Anas, dan Yasir gugur sebagai syuhada.
Putra keduanya, Ahmad, sewaktu masih bocah, telah ia latih untuk membantu menyuplai makanan dan logistik bagi bagi para Mujahid. Tak kenal takut sedikitpun, ibu-anak ini bahu membahu mengirimkan bahan makanan ke garis depan.
Hingga suatu hari ia mendapat kabar Ahmad yang masih bocah terkepung pasukan Zionis. Ahmad tertangkap dan akhirnya syahid dalam perjuangannya.
Kisah heroik Sa'ad Jundallah mengingatkan pada sahabiyah mulia yang mendapat gelar Ibu Para Syuhada, Khansa binti Amr, yang merelakan keempat putranya syahid dalam perang Qadisiyah.
Kalimat yang diucapkan pada keempat putranya diabadikan dalam sejarah. "Jika kalian telah melihat perang, berangkatlah. Majulah paling depan, niscaya kalian akan mendapatkan pahala di akhirat, negeri keabadian. Sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Inilah kebenaran sejati, maka berperanglah dan bertempurlah sampai mati. Wahai anakku, carilah maut niscaya kalian dianugerahi hidup."
Benar saja, kemuliaan itu akhirnya datang padanya. Satu per satu putranya syahid. Tak ada yang diratapi, ia deraskan doa, “Segala puji bagi Allah yang telah memuliakanku dengan syahidnya putra-putraku. Semoga Allah segera memanggilku dan berkenan mempertemukanku dengan mereka dalam naungan rahmat-Nya yang luas.”
Kisah para ummahat mulia ini harusnya menginspirasi kita. Bukan soal besar-kecilnya, namun kerelaan untuk mengorbankan segalanya di jalan Allah yang paling utama.
Jakarta, 6/1/2022
(Uttiek)