[PORTAL-ISLAM.ID] Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun ikut bersuara menyusul video viral yang memperlihatkan Nofi Faryanto alias Gus Arya berapi-api bicara soal Allah.
Bila dibandingkan, apa yang disampaikan Gus Arya tidak ada apa-apanya dengan Habib Bahar Smith yang menyinggung Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman lewat ceramah.
"Saya katakan dalam konteks ini apa yang dikatakan habib Bahar tidak ada apa-apanya dengan apa yang disampaikan Gus Arya. Habib Bahar mengkritik katakanlah Jenderal Dudung, mengkritik katakanlah apa yang disampaikan Jenderal Dudung mengkritik KM-50 misalnya tetapi ini mengkritik Allah dan kelompok atau golongan agama," jelas Refly Harun lewat kanal Youtube miliknya @Refly Harun, Selasa, 18 Januari.
Gus Arya bicara soal pembelaan terhadap Habib Zein Assegaf alias Habib Kribo yang belakangan ini ramai dipergunjingkan di media sosial.
Menurutnya, sosok Habib Kribo harus didukung karena berani dan membela Indonesia.
Bagi Gus Arya, sudah banyak pihak yang suka memperdagangan ayat untuk kepentingan pribadi tetapi berbeda dengan apa yang diperjuangkan Habib Kribo.
"Kami salah satu orang pribumi mendukung itu, mereka itu bajingan tengik semuanya, yang suka memperdagangkan umat suka memperdagangkan syafaat, suka dagang ayat, suka dagang agama kelakuan..."
"Perlihatkan sekarang mana Tuhanmu sekarang, mana Allahmu yang kau yakini tunjukkan sama saya, jawab itu mana Tuhanmu tunjukkan sama saya, celing, kelihatan kah, celing seperti apa, tunjukkan pada saya mana Tuhanmu," tegas Gus Arya dalam video dilansir dari Youtube @NUANSA ISLAM.
Sedangkan Habib Bahar, dalam satu sesi ceramahnya bilang Jenderal Dudung masih sembah pohon jika ulama dari Arab tidak datang ke Indonesia.
Ceramah Habib bahar ini viral dan mendapat beragam respons dari warganet.
Refly menambahkan, ucapan Gus Arya ini tidak pantas karena terkesan menentang Allah dan penuh sumpah serapah.
Pun bila ini ditujukan pada kelompok yang selama ini bersebrangan dengan pemerintah, ini jutru menunjukan ketidakdewasaan dalam berpolitik.
"Ini persoalan yang sebenarnya harusnya tidak disentuh, kita harus menunjukkan kematangan emosional kita, semarah-marahnya kita terhadap sebuah fenomena. Tidak perlu marah-marah, buat siapa marah-marah," terang Refly.
Lagipula, kelompok yang selama ini bersebrangan dengan pemerintah atau kritis justru berpotensi lebih besar.
Refly menyebut, setiap saat penguasa bisa saja memonitor atau memantau pergerakan kelompok pengkritik ini.
"Karena itu saya menganggap orang-orang yang marah-marah ini ya pastinya orang yang punya problem dalam hidupnya sendiri bukan orang yang kemudian berusaha untuk memecahkan masalah karena kelompok-kelompok yang dituju juga bukan kelompok yang hidupnya enak-enak, yang mendapatkan fasilitas dari negara dan kekuasaan justru kelompok yang kritis dengan kekuasaan," tegas Refly. [Democrazy/voi]