Sikap Arogan yang Berulang
Oleh: Erizal
Arteria Dahlan berulah lagi. Kali ini soal bahasa. Seorang Kajati berbahasa Sunda dalam sebuah rapat resmi. Protes Arteria itu sebetulnya bagus, tapi terkesan arogan, mentang-mentang, petantang-petenteng.
Persis seperti seorang perempuan di bandara yang berakhir permintaan maaf kepada ibunya dan dirinya sendiri. Mestinya, Arteria cukup sampai pada kritik saja, saat dalam rapat resmi tak memakai bahasa Indonesia. Sudah cukup.
Tapi, saat sampai pada tahapan minta pemecatan atau pergantian, dengan mimik yang serius, itu arogan namanya. Apalagi hanya bahasa daerah atau bahasa Sunda. Bagaimana kalau bahasa asing? Kok, boleh? Terkadang, berbangga pula.
Pasti ada dalam KBBI, kata yang berasal dari bahasa Sunda. Cari saja. Kalau bahasa Minang, "sambuahalah"...hehehe. Bahasa Indonesia itu kan dari bahasa-bahasa lain juga? Belanda, Inggris, Arab, dll. Jadi, tak perlu terlalu tegang.
Karena terlalu tegang, yang lain pun jadi ikutan tegang. Terlalu arogan yang lain pun jadi ikutan arogan. Bermuatan politis yang lain jadi ikutan bermuatan politis pula. Ternyata, sikap arogan perempuan di bandara dulu, juga melekat pada diri Arteria, malah lebih berat. Karena tak hanya menyangkut pribadi, tapi juga daerah (suku).