Apakah penceramah agama yang menerima amplop, bisa kita katakan telah menjual agama (tentu dengan konotasi negatif)?
Jawabannya, tidak. Karena:
1. Menerima hadiah dan ujrah (keduanya berbeda, dan kata "amplop" bisa bermakna salah satunya, tergantung akad yang berlaku) dari ceramah atau mengajar agama, hukumnya boleh menurut kebanyakan ulama mutaakhkhirin.
2. Frase "menjual agama" biasanya ditujukan untuk aktivitas mendukung kemungkaran dan kezaliman, menghalalkan yang haram serta mengharamkan yang halal, dengan baju agama, dan hal ini tidak talazum dengan ceramah agama.
Yang bisa kita anggap contoh "menjual agama" adalah, orang atau lembaga yang menerima dana proyek penelitian milyaran rupiah, untuk mendukung liberalisme agama, menghalalkan zina, mengampanyekan semua agama bisa jadi jalan selamat, dan semisalnya.
Orang-orang yang terlibat dalam proyek semisal ini, yang layak disebut telah "menjual agama" dan layak kita kritik keras, meskipun di tengah masyarakat dia disebut ulama, cendekiawan muslim, begawan, bapak bangsa, profesor doktor, kiyai haji, tuan guru, buya, dan gelar-gelar hebat lainnya.
(Ustadz Muhammad Abduh Negara)