Ah Sepertinya Itu Hanya Strategi Defensif Apologetik Mahfud MD Atas Kematian 3 Prajurit TNI
Oleh: Ahmad Khozinudin (Advokat Muslim)
"Sasarannya memang kalau nggak ke TNI ke Polri, ke aparat. Nah ini dulu, masyarakat sipil, warga sipil harus dijaga keselamatannya." [Menkopolhukam Mahfud MD, 28/1/2022]
Beda pejabat, beda cara untuk ngeles, menghindari tanggung jawab. Kalau KSAD Dudung tidak membalas kekejian Teroris OPM alasannya kewenangan ada pada panglima TNI.
Lain Dudung lain pula Mahfud MD. Menkopolhukam ini, caranya agak terkesan intelektual dan keren. Dia mengatakan, anggota TNI yang gugur itu adalah konsekuensi dari pendekatan baru pada masalah OPM dengan strategi Defensif (bertahan). Sehingga, korbannya adalah TNI dan Polri, bukan sipil.
Secara implisit, seolah Mahfud MD ingin mengklaim kematian Tiga prajurit TNI Angkatan Darat yang gugur dalam kontak tembak dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Kamis, 27 Januari 2022, di Distrik Gome, Puncak, Papua, bagian dari prestasi akibat diterapkannya strategi baru. Dimana korbannya hanya militer, bukan sipil.
Dengan bahasa bocah, Menkopolhukam ingin mengklaim bahwa masih untung yang mati cuma tentara, kalau salah strategi sipil dan masyarakat umum juga bisa mati jadi korban. Sebuah argumentasi yang defensif apologetik. Mencari alasan pembenaran dari ketidakmampuan (baca : ketidakbecusan) mengelola urusan keamanan.
Kalau hari ini strategi mengatasi OPM adalah defensif. Pertanyaannya, kapan Negara melakukan strategi ofensif terhadap OPM? Kapan negara menggelar pasukan lengkap untuk mengultimatum OPM dan menyerang dengan segala kekuatan? Kapan negara pernah memburu OPM hingga ke puncak gunung? paling cuma Santoso yang dikejar.
Yang ada, KSAD Dudung hanya gelar pasukan lengkap di Monas untuk berteriak radikal radikul. Yang ada, alat pertahanan negara yang lengkap hanya untuk dipamerkan dan untuk 'menakut-nakuti' rakyat.
Tiga anggota TNI yang gugur itu aset bangsa yang tak ternilai. Jangan dianggap remeh, apalagi dijadikan tumbal akibat ketidakjelasan di penanganan masalah OPM.
Jangankan tiga nyawa, satu nyawa saja dalam Islam lebih berharga daripada dunia dan seisinya, jika kematian itu tidak berdasarkan alasan hak. Kematian tentara jelas dalam menjalankan tugas negara, tapi apa tanggung jawab pemimpin dan para komandannya? cuma menyatakan bela sungkawa?
Kalau pejabat dan penguasa di negeri ini benar-benar berkuasa, bukan antek Amerika, mudah saja mengatasi masalah teroris OPM. Kegagalan bertindak tegas, juga karena penguasa gagal menyejahterakan masyarakat Papua, sehingga tindakan OPM sebagiannya justru mendapat dukungan rakyat Papua.
Ini problem berulang, yang tidak bisa diselesaikan dengan model gaya kepemimpinan defensif apologetik seperti yang dipraktikkan Mahfud MD. Negara ini butuh pemimpin yang kuat dan berwibawa, bukan yang hanya ngeles atau nyanyi-nyanyi ngajak minum kopi.
(*)