[PORTAL-ISLAM.ID] Pemerintah Prancis mengumumkan bahwa dalam beberapa hari, mereka akan membubarkan Dewan Muslim Prancis (French Council of Muslim Worship/CFCM), badan yang sebelumnya didukung negara yang dibentuk hampir 20 tahun yang lalu.
Didirikan pada tahun 2003 oleh Menteri Dalam Negeri Prancis saat itu Nicholas Sarkozy, CFCM, sejak awal, telah menjadi badan kontroversial tanpa kedudukan hukum tetapi bertindak sebagai saluran antara negara Prancis dan penduduk Muslimnya.
Sekarang pemerintah Presiden Emmanuel Macron menyerukan pembubarannya karena mengatakan badan tersebut tidak lagi dapat melakukan perintah pemerintah dalam membendung radikalisasi dan ekstremisme.
Badan baru yang akan dibentuk pemerintah untuk menggantikan CFCM akan disebut "Forum Islam di Prancis" (Forum of Islam in France).
Menteri Dalam Negeri sayap kanan Macron, Gerald Darmanin, ingin badan baru itu tidak terpengaruh oleh negara asing dan menunjukkan komitmen aktif terhadap ideologi negara sekularisme.
Rayan Freschi, seorang ahli hukum di Prancis dan seorang peneliti di organisasi hak asasi manusia yang berbasis di Inggris, CAGE, mengatakan bahwa negara Prancis ingin menikmati monopoli pengaruh atas warga Muslimnya.
"Mereka mencoba membangun komunitas yang pemimpinnya sepenuhnya tunduk pada ideologi negara," kata Freschi kepada TRT World (28/12/2021).
Negara ingin memastikan bahwa "tidak ada perbedaan pendapat politik yang dilandasi keyakinan," tambah Freschi.
Upaya untuk mengganti CFCM dengan badan baru adalah pengakuan bahwa upaya pertama mengontrol komunitas muslim "benar-benar gagal dan ini adalah tembakan kedua," kata Freschi, perbedaan kali ini dia menambahkan adalah bahwa "ini (lembaga baru) jauh lebih terorganisir."
Tidak seperti agama-agama lain di Prancis, tes (ujian) akan diterapkan pada para pemimpin Muslim Prancis di bawah skema baru ini.
Mereka harus berjanji untuk memiliki sedikit kontak dengan negara asal mereka (mayoritas muslim Prancis adalah imigran) dan menghindari hubungan apa pun dengan gerakan keagamaan transnasional.
Padahal Tes serupa, tidak diterapkan pada Gereja Katolik dan hubungannya dengan Vatikan (negara asing).
Tekanan juga tidak diterapkan pada Gereja Katolik negara itu menyusul pengungkapan bahwa lebih dari 3.000 pendeta dan pekerja gereja telah melakukan pelecehan seksual lebih dari 300.000 anak-anak. Dalam kasus ini negara tidak turun tangan dan melakukan Tes siapa yang dianggap dapat diterima untuk memimpin jemaat gereja.
Bagi komunitas Muslim Prancis, standar ganda itu adalah bagian dari apa yang disebut Freschi sebagai tekanan dan intensitas yang meningkat pada komunitas Muslim negara itu yang tidak pernah terdengar sebelumnya.
Setelah pembentukan "Forum Islam di Prancis," kata Freschi, akan "sangat sulit bagi masjid mana pun di Prancis untuk tidak bergabung dengan struktur baru."
"Tekanan yang sangat keras yang dilakukan Negara terhadap mereka yang menolak untuk bergabung" akan berarti bahwa, tidak seperti CFCM, negara akan menggunakan kekuatannya untuk menahan orang-orang yang tetap ngeyel bahwa negara Prancis tidak memiliki hak untuk mencampuri urusan komunitas Muslim.
Partai Macron selama beberapa tahun terakhir telah secara bertahap meningkatkan kebijakan anti-Muslim pemerintahnya, yang mencakup penutupan sekolah-sekolah Muslim, masjid, badan amal Islam, organisasi yang memantau Islamofobia, penerbit, dan bahkan menekan masjid untuk menandatangani piagam yang melarang berbicara tentang diskriminasi dan rasisme yang dihadapi masyarakat.
Pembela hak asasi manusia Prancis, Elias d'Imzalene, menyebut kebijakan Macron sebagai "radikalisasi" negara Prancis, yang telah menghasilkan konsensus luas yang menargetkan populasi Muslim di negara itu.
D'Imzalene percaya bahwa ketika kebijakan pemerintah Prancis terhadap komunitas Muslim diambil secara keseluruhan, itu sama dengan upaya untuk mengurangi pengaruh Islam di antara para pemeluknya.
Dengan menghapus CFCM dan membentuk badan baru, "Pemerintah Prancis dan dinas keamanan, akan memilih 'perwakilan' komunitas Muslim dengan kriteria pertama adalah: pengkhianatan terhadap komunitas Muslim dan prinsip-prinsipnya," kata d'Imzalene kepada TRTWorld.
Pendekatan Macron terhadap Muslim, kata d'Imzalene, merupakan "bukti" bahwa sekularisme Prancis sekali lagi "berhubungan kembali dengan disposisi kolonialnya" untuk "menjaga kami, adat istiadat dan kepercayaan kami dan kontrol agama kami dan penganutnya."
(Sumber: TRTWorld)