Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Giring Ganesha, mendapat sorotan publik usai menyampaikan pidato dalam acara Puncak Hari Ulang Tahun PSI ke-7 yang turut dihadiri langsung Presiden Joko Widodo. Dalam pidato itu, Giring sempat menyebut sosok pembohong pernah dipecat Jokowi.
Giring tidak secara spesifik menyebut siapa sosok yang dimaksud tersebut. Meski begitu, banyak pihak berspekulasi bahwa sosok yang Giring maksud dalam pidatonya adalah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Pasalnya, PSI yang kini masuk dalam DPRD DKI Jakarta selalu berseberangan dengan kebijakan Anies.
Skenario PSI
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah, menilai apa yang dilakukan Giring memang skenario PSI. Menurut dia, PSI memposisikan diri sebagai partai anti-Anies dengan dua alasan.
Pertama, ingin mengejar tambahan suara untuk Pemilu 2024 dengan memilih ceruk yang potensial dan terarah, yakni kelompok pro-Jokowi sekaligus anti-Anies.
"Ini pilihan cerdas meskipun berisiko, yakni adu domba dan merusak reputasi demokrasi. Kedua, Anies baswedan saat ini menjadi tokoh utama yang diafiliasikan kontra koalisi pemerintah pusat, sehingga membangun sentimen antar loyalis sangat mudah, inilah pemantik popularitas itu," kata Dedi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (27/12/2021).
Menurut Dedi, PSI dan Giring menggunakan nama besar Anies untuk kepentingan politik mereka. Hal itu dilakukan bukan karena serta merta Anies perlu dikritik.
"Lebih kepada kebutuhan PSI agar mendapat imbas popularitas Anies dan segala iklim politiknya," imbuhnya.
Jadi Bumerang
Kendati begitu, Dedi menilai strategi politik Giring dan PSI bisa menjadi bumerang ke depannya. Ia menyebut strategi tersebut bukan cara politikus dengan kapasitas intelektual, melainkan cara kerja partai politik yang minim gagasan dan ide.
Dedi menyampaikan, PSI memiliki dua pilihan untuk menggunakan strategi ini: PSI dapat mengeruk suara dari pemilih anti-Anies, atau justru PSI perlahan-lahan akan hancur reputasinya karena dianggap hanya menebar kebencian.
"Jika ia konsisten dengan cara seperti saat ini, Giring hanya akan jadi tertawaan politisi parpol lain, dan itu berdampak pada PSI secara kolektif. Di luar itu, PSI akan sulit dipercaya publik sebagai parpol yang punya itikad membangun," paparnya.
Berdampak Negatif
Dedi menilai apa yang Giring lakukan saat ini sebetulnya sudah tepat dari sisi propaganda. Namun, bisa berdampak negatif.
Menurutnya, apa yang dilakukan Giring dan kawan-kawan berpeluang merusak reputasi demokrasi dan konsolidasi publik. Dia menilai PSI lebih banyak berorientasi pada perebutan simpatisan tanpa mempertimbangkan kualitas dalam cara memperolehnya.
"Ke depan, perlu diimbangi dengan mempromosikan gagasan dan ide politik yang lebih berimbas pada publik, tidak hanya menebar kontroversi," tutur Dedi.
Kendati begitu, menurut Dedi, strategi PSI yang kerap menyerang Anies menggunakan Giring juga bagian dari desain mereka sejak awal. Giring yang sudah menjabat sebagai Pelaksana tugas (Plt) hingga akhirnya menjadi Ketum diibaratkan Dedi sebagai 'tokoh sangkur' dalam skenario tersebut.
"Rasanya itu sesuai dengan rencana, karena tidak mungkin Raja Juli Antoni bertindak sebagaimana yang dilakukan Giring, atau Grace Natalie pun terlalu mahal untuk dikorbankan reputasinya sebagai tokoh terbuka dan intelektual," kata Dedi.
"Maka cara lain adalah menempatkan ketua umum yang dapat dijadikan sebagai tokoh sangkur, tidak peduli reputasi personal dari sisi kualitas," imbuhnya.
[VIDEO HIBURAN 🤣]
Keren yg bikin ini, bikin ngakak🤣🤣 pic.twitter.com/SkB73iBRdq
— MOVE ⏩ ON 🧩 (@Anna82662230) December 26, 2021