[PORTAL-ISLAM.ID] JAKARTA - Sejak Anies Bawedan menjadi Gubernur DKI Jakarta, provinsi ini menjadi paling demokratis di Indonesia empat tahun berturut-turut. Indeks Demokrasi ini berdasarkan beberapa aspek, diantarnya kebebasan sipil, hak-hak politik, kebebasan berkumpul dan berserikat, kebebasan berpendapat, kebebasan berkeyakinan, dll.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Provinsi DKI Jakarta menempati posisi satu dalam Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) tahun 2020. DKI Jakarta memperoleh nilai sebesar 89,21, diikuti Gorontalo dengan skor 83,21, Kalimantan Timur 81,99, serta DI Yogyakarta 81,59.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DKI Jakarta, Taufan Bakri, mengatakan, indeks demokrasi Jakarta terus mengalami pertumbuhan. Pada 2017, indeks demokrasi DKI tercatat sebesar 84,73, lalu naik menjadi 85,08 di 2018. Capaian itu meningkat jadi 88,29 pada 2019 dan 89,21 di 2020.
“Pemprov DKI berhasil mempertahankan peringkat satu selama empat tahun berturut-turut sejak 2017. Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh stakeholder dan komponen masyarakat yang telah menjaga DKI Jakarta tetap kondusif dan demokratis,” ungkap Taufan, Jumat (3/9/2021).
Dengan perolehan nilai tersebut, DKI Jakarta mampu meraih kategori baik. Taufan menyatakan, Pemprov DKI akan terus menjaga nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat di wilayah DKI Jakarta agar tetap meraih kategori baik dalam indeks demokrasi.
“Untuk bisa mempertahankan hal yang sudah baik ini, tentu kami membutuhkan dukungan semua pihak dan seluruh komponen masyarakat. Mari kita bersama-sama tetap menjaga Jakarta aman dan demokratis,” imbuh Taufan.
Indeks Demokrasi Indonesia terdiri atas tiga aspek dan sebelas variabel. Aspek yang dinilai dalam penghitungan nilai IDI adalah kebebasan sipil, hak-hak politik, dan lembaga demokrasi. Adapun sebelas variabel yang diukur yaitu kebebasan berkumpul dan berserikat, kebebasan berpendapat, serta kebebasan berkeyakinan.
Selain itu, indeks juga mengukur variabel kebebasan dari diskriminasi, hak memilih dan dipilih, serta partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan. Kemudian, variabel pemilu yang bebas dan adil, peran DPRD, peran partai politik, peran birokrasi pemerintah daerah, dan peran peradilan yang independen.
[Sumber: GATRA]