[PORTAL-ISLAM.ID] Pengamat politik Rocky Gerung mengomentari Presiden Joko Widodo yang meresmikan Bandar Udara Tebelian di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, pada Rabu (08/12/2021).
Rocky Gerung menilai, Jokowi seharusnya ke Kalimntan bukan untuk meresmikan Bandara, tetapi melihat kondis masyaratak di sana yang terdampak keruskan lingkungan.
“Yang justru orang minta supaya Presiden ke sana karena ada kerusakan lingkuhan, banjir segala macam. Tapi baru sekarang Presiden datang dan justru untuk meresmikan Bandara. Bukan memperlihatkan empati pada rakyat di situ yang sudah tahunan alami penderitaan,” ujar Rocky Gerung, dikutip kanal YouTube-nya, Kamis (9/12/2021).
Lebih lanjut, dosen filsafat ini menilai, Presiden seolah sangat membutuhkan pemberitaan tentang dirinya. Kata dia, padahal rakyat bosan melihat pencitraan Presiden yang terus diulang-ulang.
“Saya menganggap bahwa Presiden butuh hedaline terus itu, entah dia kontroversi, semacam pencitraan diri yang berulang-ulang dan membosankan, tapi begitulah Istana kan tidak ada cara lain selain mempromosikan aktivitas presiden,” ujarnya.
Menurut Rocky, aktifitas Presiden yang sering kali meresmikan bandara dan infrastruktur lain, seolah menjadi semacam hiburan bagi Presiden.
“Jadi presiden butuh hiburan, bukan bangsa yang terhibur tapi buat di sendiri. Kan ada kebangganaan, turun dari Bandara ada sambutan tarian adat, lalu gunting disiapkan untuk gunting pita, jadi kita ngga paham apa sebetulnya desain presiden Jokowi untuk menghasilkan peradaban politik di negeri ini,” sambungnya.
Rokcy mengatakan, kenyataan saat ini rakyat tidak terlalu memerdulikan bandara. Sebab banyak Bandara yang dibangun tetapi sepi dari penumpang hingga tidak beroperasi.
“Siapa yang peduli meresmikan bandara? kan orang anggap bandara bertaburan di Indonesia yang penumpangnya tinggal 10 persen,” katanya.
“Presiden ketagihan kamera juga akhirnya. Tapi di belakang itu ada laporan keuangan yang memburuk. Kan kontradiksinya begitu. Tapi dia nggak jadi kontradikri, karena Presiden adalah man of kontradiksi,” pungkasnya. (dal/fin)