[PORTAL-ISLAM.ID] KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) terpilih sebagai ketua umum PBNU periode 2021-2026 mengalahkan KH Said Aqil Siradj, mantan Ketua Umum PBNU dua periode, lewat voting atau pemungutan suara. Gus Yahya memperoleh 337 suara dan Kiai Said meraih 210 suara dalam Muktamar NU ke-34 yang berlangsung di Lampung, Jumat (24/12/2021).
Kakak kandung Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas itu sudah lama menjadi pengurus NU. Gus Yahya menjabat Katib Aam PBNU periode lalu.
KH Yahya Cholil Staquf lahir pada tahun 16 Februari 1966 dan merupakan tokoh Nahdlatul Ulama dari kota Rembang, Jawa Timur.
Beliau juga mengasuh pondok pesantren Raudlatul Thalibin, Leteh, Rembang.
Panggilan ‘Gus’ setelah namanya sendiri adalah panggilan khas dari Pesantren untuk memanggil nama anak seorang kiai atau pengasuh pesantren.
Berdasarkan silsilah keluarga, Gus Yahya tumbuh di lingkungan yang lengket dengan organisasi NU.
Ayahnya adalah tokoh NU yang disegani bernama KH Cholil Bisri. Bersama Gus Dur, KH Cholil Bisri adalah pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Gus Yahya juga keponakan dari ulama Kharismatis dari NU, KH Mustofa Bisri, atau biasa disapa Gus Mus.
Gus Yahya sendiri sedari kecil belajar di Pesantren, bermula dari Pendidikan formal di Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang, Jawa Tengah.
Lalu berlanjut ke Pondok Pesantren KH Ali Maksum di Krapyak, Yogyakarta. Saat itu ia juga kuliah di Fisipol Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Namun Gus Yahya tak menyelesaikan kuliah di UGM.
Dilansir Koran Tempo (25/12/2021), Guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga, Hotman Siahaan, yang juga senior Yahya di jurusan Sosiologi UGM, mengatakan juniornya itu memang tak sempat merampungkan kuliah. Padahal saat itu Yahya tinggal mengerjakan skripsi. “Tapi terus ditinggal studi ke Mesir atau ke Arab, sehingga tidak sempat selesai,” kata Hotman.
Meski tak merampungkan kuliah di UGM, kiprah Gus Yahya dalam dunia politik dan global cukup mentereng. Gus Yahya menjadi juru bicara Presiden RI keempat, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, ia dilantik menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) di Istana Negara, Jakarta, pada 31 Mei 2018.
KH Yahya Cholil Staquf juga kerap menjadi pembicara internasional di luar negeri. Misalnya, Gus Yahya menjadi pembicara dalam forum American Jewish Committee (AJC) di Israel pada Juni 2018. Ia menyuarakan konsep rahmat sebagai solusi bagi konflik dunia, termasuk konflik yang disebabkan oleh agama.
“Kita sampai tidak mampu lagi membedakan bagaimana konflik ini bermula dan bagaimana seharusnya konflik ini diselesaikan,” kata Gus Yahya dalam video yang diunggah di YouTube oleh AJC Global sebagai penyelenggara acara forum American Jewish Committee pada Selasa, 11 Juni 2018.
Kehadiran Gus Yahya sebagai pembicara dalam konferensi komite Yahudi Amerika itu sempat menuai kontroversi. Ia pun dicap pro-Israel dalam isu perjuangan rakyat Palestina. Apalagi Indonesia merupakan negara yang paling getol memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Kunjungannya ke Israel ini juga menjadi pembahasan di kalangan kiai sepuh Nahdlatul Ulama.
Kepada majalah Tempo pada 19 November lalu, Gus Yahya tak membantah soal kedekatannya dengan kelompok Yahudi. Namun ia menyebutkan isu lawas itu sudah dipahami oleh hampir semua aktivis NU.
Salah satu yang menonjol dari Gus Yahya adalah kegemarannya untuk menjumpai tokoh-tokoh dunia.
Ia beralasan, silaturrahim itu memberi tahu publik internasional tentang konsep Islam yang kerap disalahpahami seperti bahwa Islam itu agama teror, Islam itu identik dengan kekerasan, Islam itu memusuhi agama-agama lain dan seterusnya.
Pandangannya soal Politik dan NU
Sebelum pemilihan Ketua Umum PBNU, Gus Yahya menegaskan keinginannya bahwa tidak ada calon presiden atau wakil presiden dari PBNU pada Pemilu 2024 mendatang.
"Saya tidak mau ada calon presiden dan wakil presiden dari PBNU," kata Gus Yahya di Jakarta, Minggu (19/12/2021).
"Mari istrahat dulu, mari sembuhkan dulu luka-luka dan mengutuhkan kembali polarisasi yang sudah terjadi," ucapnya.
Dia menegaskan yang perlu dilakukan saat ini adalah mengembalikan marwah NU dengan cita-cita peradaban yang mulia bagi seluruh umat manusia.
"Salah satu cara memperjuangkan adalah kemaslahatan Indonesia," katanya.
Gus Yahya tidak menyangkal jika ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan PBNU untuk kepentingan pribadi hingga kepentingan politik.
"Mari kita gunakan cara berpikir Gus Dur dengan mengutamakan kepentingan bangsa. Beliau tidak pernah peduli dengan kepentingan sendiri atau kelompok," kata Gus Yahya menegaskan.
Namun, ia menegaskan tidak berprasangka negatif terhadap berbagai macam kepentingan itu, karena bagi dia hal yang wajar.
"Setiap orang punya kepentingan, tetapi bagaimana saya ajak untuk mengejar kepentingan masing-masing melalui cara untuk membawa maslahat untuk semua orang," jelas Gus Yahya.
Menurut dia, perlu dilakukan adalah mencari cara agar berbagai macam kepentingan itu dapat terlayani dan di sisi lain, kemuliaan yang di cita-citakan juga tercapai dan terlayani dengan baik.
Gus Yahya menyebut salah satu alasannya maju sebagai ketua umum PBNU untuk menghidupkan kembali idealisme, visi, dan cita-cita KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
"Alasan mencalonkan sebagai ketua umum PBNU merupakan momentum sangat tepat untuk menghadirkan kembali Gus Dur," ungkapnya.
Kata dia, idealisme, visi dan cita-cita Gus Dur masih relevan sampai sekarang. Secara sosiologis dia melihat hal itu masih akan relevan hingga puluhan tahun akan datang.
(Sumber: Koran Tempo, Antara, dll)