Pak Jokowi, Saya dan Kebebasan Berpendapat
Oleh: Setyardi Budiyono
Ini cerita yang saya alami sendiri. Bukan kisah orang lain. Tahun 2014 saya menerbitkan Tabloid Obor Rakyat. Saya cantumkan nama dengan jelas sebagai Pemimpin Redaksi. Tabloid mendapat sambutan ramai. Salah satu isinya tentang siapa orang tua Pak Jokowi. Itu biasa saja, media menulis profil asal-usul calon Presiden. Rakyat berhak tau jati diri calon Presiden mereka.
Singkat cerita, saya dilaporkan Pak Jokowi ke polisi. Pak Jokowi menyatakan berita soal orang tuanya hoaks. Saya masih menyimpan BAP laporan itu. Dari sekian banyak tulisan, hanya satu yang dilaporkan: soal siapa orang tua Pak Jokowi. Rupanya Beliau lebih suka memenjarakan saya, ketimbang mengklarifikasi lewat hak jawab yang saya berikan. OK lah. Beliau Presiden, saya cuma rakyat biasa.
Saya kemudian menjalani persidangan panjang di PN Jakarta Pusat. Kepada Majelis Hakim saya minta Pak Jokowi dipanggil ke sidang untuk dimintai keterangan. Sebagai terdakwa, saya ingin bertanya, dimana letak kesalahan tulisan di Obor Rakyat tentang orang tua Beliau. Sebab, di BAP hanya jawaban ‘tidak benar’ yang tertera. Saya ingin mendapat jawaban yang benar itu seperti apa.
Ketua Majelis Hakim menerima permintaan saya untuk mengundang Presiden Jokowi ke persidangan. Jaksa diperintahkan mengundang Pak Jokowi, selaku saksi korban yang melaporkan perkara Obor Rakyat. Biasanya, dalam delik perkara pasal 310 dan 311 KUHP, pasal pencemaran nama baik, pelapor harus datang ke Pengadilan. Pelapor akan didengar keterangannya oleh Majelis Hakim.
Tapi Pak Jokowi tak pernah datang. Setelah beberapa kali penundaan sidang, akhirnya Jaksa membawa sepucuk surat yang ditanda-tangani Mensesneg Pratikno. Isinya: Presiden Jokowi tak bisa hadir di persidangan Obor Rakyat dengan alasan kesibukan Beliau. Sebagai terdakwa saya dirugikan. Saya tak bisa bertanya langsung pada pelapor, apa yang salah dalam tulisan di Obor Rakyat itu. Sempat terbayang dalam benak saya akan mencecar Pak Jokowi dengan beberapa pertanyaan sederhana.
Sidang dilanjutkan. Saya divonis penjara 8 bulan. Saya banding, hingga kasasi. Eh, hukuman malah naik jadi 1 tahun penjara. Obor Rakyat satu-satunya perkara yang dilaporkan langsung Presiden Jokowi, dan membuat pengelolanya dipenjara. Saya masuk LP Cipinang tahun 2018.