Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Gus Mus, Abah dan Tuan Guru kita. Tapi seringkali memang nama beliau dan para Pembesar NU dijadikan tameng oleh para Kelompok Sekularis untuk menyerang Kelompok Islam lain (baca: Yang oposisi terhadap Pak Jokowi).
Sejak jaman para Sahabat, perpecahan Umat Islam memang karena Politik dan Kekuasaan. Dua sahabat dan menantu Rasulullah, Sayyidina Ustman dan Sayyidina Ali, beliau berdua wafat karena dibunuh. Akibat pertarungan Politik dan Kekuasaan.
Saya melihat kisah yang sama di Negeri kita sekarang ini. Satu Kelompok Umat Islam yang Pro Penguasa dipuji dan diangkat setinggi langit. Sedangkan Kelompok Umat yang lain, yang dianggap menjadi Oposisi Kekuasaan, diinjak dan ditekan tanpa ampunan.
Kebetulan Kelompok Islam yang berormaskan NU yang sekarang dekat dengan Kekuasaan. Sedangkan Penguasa sekarang cenderung sekularis. Anti Arab. Pro China. Maka para Pembesar NU dijadikan tameng dan Pembenaran untuk menekan Kelompok Islam lain termasuk para Keturunan Arab. Sekaligus mengangkat "China".
Sikap ini semakin menjadi. Ketika NU dimasa Ketua sebelumnya dengan terang-terangan "memusuhi" Arab. Sampai pernah ditegur oleh Grand Syaikh Al Azhar karena mempromosikan dan memuji setinggi langit "Islam Nusantara" sekaligus merendahkan "Islam Arab".
Jadilah kebencian dan Arab-phobia mulai subur. Dimanfaatkan oleh para Islamphobia. Menyerang Islam lewat bungkusan anti Arab. Menuduh Hijab sebagai budaya Arab. Bahkan menganggap Syariat adalah aturan Arab.
Serangan ini begitu massif. Bahkan banyak kalangan "Santri NU" dan oknum-oknum anggota Ban-ser NU yang ikut-ikutan terpengaruh. Mulai dari ikut "mengkadrunkan" Umat Islam diluar Ormas NU atau sesama NU tetapi tidak mendukung Pak Jokowi (lihat ujung-ujungnya politik kan?), sampai kebablasan membakar Kalimat Tauhid hanya gara-gara dituduh bendera Ormas yang dibubarkan rezim Pak Jokowi.
Sayangnya, kita tidak melihat adanya upaya dari para Petinggi dan tokoh-tokoh NU, termasuk Abah Mus untuk meluruskannya. Memang ada beberapa Kyai NU yang rajin meluruskan seperti Buya Yahya, Gus Baha, Kyai Luthfi Basori dan beberapa Ulama lainnya. Tapi beliau-beliau juga cenderung hati-hati (Kecuali Kyai Luthfi Basori). Mungkin khawatir Umat semakin terpecah.
Gerakan anti Arab ini semakin mencemaskan. Karena sasaran tembak mereka mulai terang benderang ke syariat, misal hijab.
Maka hoaks pun mereka sebar dengan menggunakan Abah Mus sebagai tameng.
(Azwar Siregar)