[PORTAL-ISLAM.ID] Seorang pembelot dari Korea Utara mengungkapkan, sangat berbahaya merayakan Natal di negara tertutup itu.
Bahkan rezim Kim Jong-un akan langsung mengeksekusi mati di tempat siapa pun yang merayakannya.
Di Korea Utara, memiliki agama merupakan sesuatu yang terlarang.
Hal itu yang kemudian membuat umat Kristen Korea Utara menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi.
Tanggal 24 Desember yang merupakan malam Natal juga dipastikan tak ada di Korea Utara.
Di sana, tanggal tersebut digunakan untuk merayakan Hari Kelahiran Kim Jong-suk, istri dari pemimpin pertama Korea Utara, Kim Il-sung, dan nenek dari Kim Jong-un.
Hal tersebut diungkapkan oleh Timothy Cho yang merupakan pelarian dari Korea Utara.
Cho yang kini bekerja untuk Open Doors, yayasan amal yang membantu mendukung umat Kristiani yang dipersekusi menegaskan, siapa pun yang ketahuan melakukan ibadah Kristen atau yang lainnya akan ditembak mati oleh skuad pembunuh Kim Jong-un.
“Saya yakin mereka akan terus diburu. Hal itu tak diragukan lagi,” kata Cho kepada Express.
“Rezim Kim akan memerintahkan rakyatnya menunjukkan loyalitas penuh kepada keluarga Kim. Jika seseorang ditangkap setelah merayakan Natal secara diam-diam, mereka pasti akan langsung dibunuh,” tambahnya.
Cho menegaskan, pihak berwenang Korea Utara masih membutuhkan izin untuk melakukan eksekusi publik.
Tetapi, ia mengatakan, hal itu tak berlaku untuk umat Kristen atau napi politik di kamp penjara.
“Jika mereka tak merayakan kelahiran istri Kim, tak bisa dibayangkan konsekuensi yang akan mereka dapatkan,” tuturnya.
Cho juga mengklaim kelahiran Kim Jong-il telah dimitologikan untuk meniru kelahiran Yesus Kristus.
Korea Utara saat ini berada dalam posisi puncak daftar pantauan penganiayaan persekusi Open Doors Christian.
Diperkirakan ada 400.000 umat Kristen di negara itu, namun mereka harus bersembunyi dari rezim itu.
Banyak umat Kristen yang dikirim ke penjara dan kamp kerja paksa karena keyakinan tersebut.
Yayasan Open Doors memperkirakan sekitar 50.000 hingga 70.000 umat Kristen di negara tersebut saat ini berada di kamp penjara.(KompasTV)