[PORTAL-ISLAM.ID] Warga Korea Utara menjalani periode berkabung selama 11 hari, memperingati 10 tahun kematian eks Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong-il. Dalam periode ini, warga Korut tidak diizinkan untuk beraktivitas normal—termasuk tertawa.
Dikutip dari Radio Free Asia, warga Korut harus secara khidmat memperingati pencapaian dan kehebatan Kim Jong-il semasa hidup. Ayah dari Kim Jong-un (Pemimpin Tertinggi Korea Utara saat ini) itu meninggal dunia dalam usia 69 tahun pada 17 Desember 2011 silam akibat serangan jantung.
“Selama periode berkabung, kami tidak boleh meminum alkohol, tertawa, atau melakukan kegiatan yang bersifat rekreasi,” ucap seorang penduduk yang tinggal di kota Sinuiju, timur laut Korut.
Bahkan, pada 17 Desember, warga tidak boleh pergi berbelanja kebutuhan sehari-hari.
“Dulu, banyak orang yang tertangkap minum minuman beralkohol dan mabuk pada saat periode berkabung. Mereka ditahan dan diperlakukan layaknya ‘penjahat ideologis’. Mereka dibawa, dan tidak pernah terlihat lagi,” kata sumber yang namanya tidak disebutkan itu.
Jika ada anggota keluarga warga yang meninggal dalam periode itu, mereka dilarang menangis dengan keras. Jenazahnya baru boleh dibawa ketika periode berakhir.
Bahkan, seorang warga tidak boleh merayakan hari ulang tahunnya jika hari bahagia itu jatuh di periode berkabung.
Sama seperti eks Pemimpin Tinggi Korut sebelumnya, yaitu Kim Il-sung (ayah dari Kim Jong-il), kematian Kim Jong-il juga selalu diperingati tiap tahunnya. Namun, peringatan untuk Kim Il-sung berlangsung hanya tujuh hari.
Sedangkan peringatan untuk Kim Jong-il berlangsung selama 10 hari. Namun, khusus di tahun ini, periode berkabung menjadi 11 hari. Sebab, tahun ini adalah peringatan 10 tahun kematian.
Polisi Tidak Bisa Tidur
Sejak hari pertama bulan Desember, petugas kepolisian rajin berpatroli untuk memastikan seluruh warga berkabung secara benar. Hal ini disampaikan oleh seorang warga di Provinsi Hwanghae Selatan, tenggara Korut.
“Dari hari pertama Desember, mereka akan menjalankan tugas khusus untuk menghukum mereka yang mengganggu masa berkabung bersama,” kata dia.
“Tugas ini adalah tugas khusus yang berlangsung selama satu bulan penuh bagi polisi. Saya dengar-dengar, para pejabat penegak hukum tidak bisa tidur sama sekali,” lanjutnya.
Perusahaan negara dan warga Korut diminta untuk saling bahu membahu membantu mereka yang kelaparan.
“Warga juga harus bekerja sama untuk membantu kotjebi,” kata dia, Kotjebi adalah sebutan untuk pengemis jalanan yang tidak memiliki rumah.
Periode berkabung yang lama dan penuh aturan ini dianggap mengganggu kehidupan sehari-sehari pada warganya. Bahkan, mereka berharap periode peringatan kematian Kim Jong-il bisa dipersingkat menjadi tujuh hari, seperti Kim Il-sung.
Peringatan dan Propaganda
Propaganda dan Korut tampaknya adalah dua kata yang tidak bisa dipisahkan. Dalam peringatan kematian Kim Jong-il, Pemerintah Korut akan menarik para purnawirawan militer untuk mempromosikan seluruh pencapaian dan kontribusi Kim Jong-il di Korea Utara.
Contohnya, di Provinsi Hamgyong Selatan, timur Korut. Sejumlah acara telah dipersiapkan untuk mengenang sang “Pemimpin Terkasih”, seperti pameran foto dan seni, konser peringatan, dan pameran Kimjongilia, bunga yang namanya diambil dari nama Kim Jong-il.
“Tentara-tentara yang sudah tua membentuk tim kuliah dan propaganda, berisi purnawirawan berusia 50-60 tahun, dan mengunjungi setiap pabrik, perusahaan, dan lingkungan warga, untuk mengedukasi rakyat soal dedikasi dan kerja keras Kim Jong-il,” ujar seorang sumber.
Bahkan, lagu-lagu dan puisi soal Kim Jong-il menyemarakkan peringatan ini. Kuliah dan pertunjukan ini telah dimulai di beberapa daerah di Hamgyong Selatan.
“Mereka datang dan menyanyikan lagu-lagu pujian Kim Jong-il, dan melakukan kuliah singkat soal kehebatan dan pencapaiannya,” ujar dia.
“Lebih baik mereka memberikan kayu bakar atau batu bara kepada penduduk untuk menjalani musim dingin ini, dibandingkan menyuplai kita dengan kuliah dan propaganda—yang hampir sama bergunanya dengan burung beo,” tutupnya.[kumparan]