[PORTAL-ISLAM.ID] Kontestan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tidak bisa berpuas diri dengan dukungan dari pengurus wilayah, cabang, serta cabang istimewa.
Pasalnya, dalam sidang pleno 1 tata tertib muktamar yang diadakan di UIN Raden Intan Lampung tadi malam (22/12), muktamirin sepakat bahwa rais am akan dipilih oleh tim formatur khusus yang disebut Ahlul Halli wal Aqdi (Ahwa).
”Ini menegaskan bahwa yang mengerti tentang siapa yang cocok menjadi pemimpin adalah para kiai sepuh, bukan kita,’’ kata anggota pimpinan sidang Nadirsyah Hosen.
Nanti rais am yang terpilih itu berperan besar dalam memilih bakal calon (balon) ketua umum PBNU.
Sidang yang dipimpin Ketua SC Mohammad Nuh itu berselisih di penjaringan bakal calon PBNU. Sebagian muktamirin mengusulkan agar penjaringan dan penyetoran bakal calon dilakukan oleh muktamirin yang kemudian diajukan untuk mendapatkan restu dari rais am.
Sementara itu, sebagian lain menginginkan agar bakal calon ditentukan sepenuhnya oleh rais am terpilih. Sampai berita ini ditulis, belum dicapai kesepakatan soal itu.
Hari ini pelaksanaan muktamar memasuki masa Sidang Komisi. Ada total 6 komisi yang meliputi pembahasan hukum, masalah-masalah keagamaan dan isu isu aktual (bahtsul masail).
Bahtsul masail meliputi 3 isu besar. Yakni, Qanuniyah atau pembahasan hukum dan perundang-undangan. Kemudian Waqiiyah yang meliputi isu-isu aktual. Kemudian pembahasan tematik atau Maudluiyah.
Sedikitnya ada empat persoalan hukum yang menjadi fokus pembahasan sebagaimana tercantum dalam Draf Materi Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama. Keempat persoalan yang diangkat, antara lain tentang Undang-Undang Perubahan Iklim sebagai langkah penyelamatan bumi, telaah Rancangan Undang-Undang KUHP, urgensi Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, dan penegasan kembali atas amanat konstitusi di bidang agraria untuk kemakmuran rakyat.[jawapos]